Apa yang kita pikirkan setiap kali berhadapan dengan penyandang kusta? Langsung menghindar karena takut ketularan? Yup, masih banyak masyarakat yang bergidik ngeri setiap kali mendengar tentang penyakit kusta. Itu kenapa Ruang Publik KBR tak henti-hentinya menyebarkan edukasi mengenai kusta melalui live streaming di chanel youtube Berita KBR. Apalagi Indonesia masih menyumbang jumlah penyandang kusta terbanyak ketiga di dunia.
Sebagaimana acara yang saya ikuti pada tanggal 12 April 2022, menghadirkan dua narasumber yang turut serta menyebarkan edukasi tentang kusta dan cara-cara menghilangkan stigma negatif terhadap penyandang kusta. Kali ini temanya tentang Kolaborasi Pentahelix untuk atasi kusta.
Baca Juga: Hidup Sehat di Usia 40+
Dr. dr. Flora Sigit Prakoeswa dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) menyinggung pentingnya Hari Kesehatan Sedunia agar diperingati secara mendalam. Kesehatan itu harus menyeluruh, yaitu sehat fisik, mental, spiritual, dan sosial. Contohnya penyandang kusta masih mendapatkan stigma negatif di masyarakat, sehingga mempengaruhi mental dan bahkan bisa menyebabkan depresi. Dari segi penghasilan juga sulit mendapatkan pekerjaan, karena takut menularkan orang di sekitarnya. Hal itu berimbas pada kesehatan fisiknya, karena kondisi ekonomi yang kekurangan.
Orang yang terkena kusta itu dapat terlihat secara fisik, sehingga sulit terhindar dari stigma negatif ini. Sebenarnya penyakit kusta itu adalah penyakit menular yang paling tidak menular. Untuk proses penularannya tidak mudah, butuh waktu lama, dan kontak yang intens dengan seseorang yang tidak diobati. Sedangkan kalau dengan penyandang kusta yang sedang diobati, tidak mudah menularkan.Jika ingin memperingati Hari Kesehatan Sedunia, harus memperhatikan 4 hal: fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Wisnu Saputra, seorang Jurnalis, memandang Hari Kesehatan Sedunia dengan mengangkat isu-isu mengenai kesehatan. Contohnya isu tentang penyandang disabilitas akibat penyakit kusta. Isu ini harus menjadi isu kemanusiaan. Jurnalis memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat, sehingga diskriminasi terhadap penyandang kusta bisa berkurang atau bahkan ditiadakan.
Para dokter juga harus mengedukasi masyarakat melalui konseling agar dapat menghilangkan diskriminasi masyarakat terhadap penyandang kusta. Dimulai dari pengenalan gejala kusta, terapi dini untuk minimalisir risiko kecacatan, mengajak pemuka agama untuk ikut mengedukasi masyarakat di pelosok, dan menggunakan media sosial untuk edukasi gen Z.
Support system bagi penyandang kusta sangat bermakna, yang berasal dari orang terdekat. Jadi, keluarga dan lingkungan sekitar harus memberikan dukungan untuk penyandang kusta. Bukannya dijauhi karena takut ketularan. Agar penyandang kusta tidak takut berobat ke dokter. Obat kusta di puskesmas-puskesmas itu gratis lho, asalkan rajin dan rutin berobat.
Kolaborasi Pentahelix sangat dibutuhkan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap penyandang kusta ini. Yaitu, kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, tokoh agama, pegiat media sosial, dan masyakarat di sekitarnya agar memotivasi para penyandang kusta sehingga semangat berobat. Sebab, proses pengobatan kusta itu tidak sebentar.
Untuk proses penyembuhan kusta, ada dua penyakit kusta yang berbeda lama waktu penyembuhannya yaitu basiler dan multi basiler. Basiler membutuhkan pengobatan antara 6-9 bulan, sedangkan Multibasiler butuh waktu 2-3 tahun. Dengan syarat harus melakukan pengobatan rutin dan tuntas. Inilah yang menjadi tantangan bagi para penyandang kusta.
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa kusta bisa menular melalui kehamilan. Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang tertular kusta yaitu karakteristik kuman, imunitas, dan lingkungan. Sehingga perlu bagi kita untuk meningkatkan sistem imun dengan makan makanan bergizi.
Baca Juga: Tips Jaga Kesehatan di Bulan Ramadhan
Makanan yang baik adalah yang tidak pantang. Orang sakit kusta itu memang langsung terkena mentalnya, karena dipengaruhi oleh banyak kekhawatiran sehingga menjadi tidak nafsu makan. Sehingga bagi Bu Dokter, justru menyuruh pasiennya untuk makan makanan apa saja yang disukai penyandang kusta.
Jangan hanya berkutat di aspek medis saja, karena penyandang kusta juga membutuhkan kebijakan pemerintah dan lingkungan sekitar. Contohnya Bupati Pasuruan sering menggaungkan program yang mendukung penyandang kusta.
Intinya, kita harus melakukan Kolaborasi Pentahelix ini untuk menghilangkan diskriminasi terhadap penyandang kusta. Dengan demikian, jumlah penyandang kusta dapat berkurang karena mereka tidak takut lagi berobat ke dokter.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^