Di dalam rumah itu ada tiga orang dewasa kakak beradik yang tinggal bersama. Satu orang perempuan dan dua laki-laki. Usia mereka sudah di atas 40 tahun, jelang 50 tahun. Semuanya terlambat menikah, bukan tanpa disengaja. Kondisi ekonomi dan takdir membuat mereka sukar mendapatkan jodoh. Orangtua tak menyekolahkan sampai tinggi. Ketiganya tak tamat SMA dan bekerja apa adanya. Selagi masih bisa mendapatkan uang untuk makan sehari-hari.
Sang kakak, perempuan, pernah mengalami trauma karena kekasihnya ditolak orangtua. Akibat dendam, dia bertekad tak akan menikah. Sampai usianya melewati 40 tahun, barulah dia mengakhiri dendamnya. Toh, orangtuanya juga sudah meninggal. Dia pun menikah dengan seorang duda satu anak. Mungkin karena sudah telat menikah, dia sulit memiliki anak. Naasnya lagi, baru 3 tahun menikah, suaminya tiba-tiba meninggal dunia terkena serangan jantung. Dia kembali sendiri hingga sekarang.
Adik pertama, laki-laki, bekerja sebagai montir dan merasa selalu kehabisan uang sehingga tak berani menikah. Apalagi kakak perempuannya juga belum menikah-menikah. Setelah kakaknya menikah, barulah dia menikah dengan seorang wanita yang juga sudah matang usianya. Mereka sama-sama terlambat menikah. Sama seperti kakak perempuannya. Dia pun kesulitan memiliki anak karena sama-sama menikah di usia sangat matang. Istrinya pun sakit-sakitan akibat obesitas. Hingga 3 tahun kemudian, istrinya juga meninggal dunia menyusul kakak iparnya, karena sakit.
Adik kedua, laki-laki, bekerja serabutan. Dia pun tak mau cepat menikah kalau kakak perempuannya belum menikah. Setelah kakaknya menikah, dia juga masih ragu menikah karena pekerjaannya serabutan dan hasilnya tak menentu. Baru saja menikah di usia jelang 50 tahun, dengan seorang wanita yang juga sudah sangat matang usianya. Itupun karena si perempuan mengejar-ngejarnya dan mau menerimanya apa adanya. Sudah hampir setahun menikah, belum dikaruniai anak.
Mereka adalah kerabat saya. Mereka adalah penganut Childfree akibat takdir. Bukan karena tak ingin punya anak, tetapi Allah menakdirkan tak punya anak. Bermula dari terlambat menikah karena faktor ekonomi, sampai akhirnya menikah di usia hampir 50 tahun. Benar seperti kata dokter, umur reproduksi pada wanita mulai menurun di usia 30 tahun. Walaupun masih ada kesempatan punya anak di usia 50 tahun, tapi kemungkinannya sangat kecil. Allah juga sudah berfirman dalam Al Quran surat Asy Syuro: 49-50:
"Kepunyaan Allah-lah Kerajaan Langit dan Bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki), dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa."
Memiliki anak dan mandul adalah hak prerogatif Allah, tak bisa diganggu gugat. Kita boleh saja berencana memiliki anak atau tidak memiliki anak, tapi kalau Allah berkehendak sebaliknya, apakah kita bisa melawan? Sekarang ini sedang tren gaya hidup Childfree, yaitu hidup bebas tanpa anak. Alasannya mulai dari yang mulia sampai yang egois.
Alasan mulia, katanya untuk menjaga bumi dari kelebihan populasi. Bumi ini sudah kebanyakan manusia. Mereka pikir mereka itu tuhan ya, bisa mengatur Allah untuk menambah atau mengurangi jumlah penduduk. Padahal, Allah punya cara sendiri kok. Virus corona hanya salah satu contoh cara Allah untuk mengurangi jumlah penduduk. Selebihnya ada pula bencana alam, sakit secara alami, kecelakaan, dan lain-lain.
Allah sudah menyebutkan dalam Al Quran, bahwa ada orang-orang yang memang ditakdirkan mandul. Nggak usah pakai obat apa-apa, kalau mandul ya mandul. Sebaliknya, ada pula orang-orang yang ditakdirkan memiliki anak. Biarpun sudah pakai obat dan alat kontrasepsi untuk melawan takdir, tetap saja kalau Allah menghendaki ya pasti deh bakalan punya anak juga. Lalu, kalau para penganut Childfree itu qodarullah punya anak, mau dikemanakan anaknya? Apakah akan digugurkan? Atau dibuang ke Planet Mars? Nambah-nambahin dosa aja yah.
Ironisnya, seperti kebanyakan orang di negara maju, justru orang-orang berpendidikan dan mapan yang ingin Childfree. Padahal, mereka mampu untuk mendidik anak-anak dan menyekolahkannya di sekolah bergengsi. Dengan alasan egois berkedok menyelamatkan bumi, mereka tak mau punya anak. Sebenarnya hanya mau senang-senang sendiri saja. Tak mau mengemban tanggung jawab mengurus anak.
Sebaliknya, orang-orang yang kurang pendidikan dan tidak mapan, justru beranak terus. Adik saya pernah menjadi pengajar sukarela untuk anak pengamen. Anak itu hanya satu dari 15 anak yang dimiliki orangtuanya. Semua anaknya tidak ada yang bersekolah dan disuruh bekerja sejak kecil sebagai pengamen di angkot-angkot. Orangtuanya saja lupa nama-nama anaknya. Saat ditanya apakah tidak takut kalau anaknya kecelakaan karena dilepas di jalan raya? Bapaknya dengan santai bilang, "anak bisa dibikin lagi. Lagian, anak saya masih banyak."
Pertanyaan saya begini: kalau orang-orang yang berpendidikan dan mapan memilih Childfree, sebaliknya orang-orang kurang pendidikan dan tidak mapan memiliki banyak anak, seperti apakah kualitas Sumber Daya Manusia yang akan dihasilkan kelak?
Tentu saja, pilihan hidup Childfree itu siapa pun berhak menjalaninya. Saya hanya mengingatkan saja bahwa punya anak atau tidak punya anak adalah kehendak Allah. Jangan takabur nggak bakalan punya anak. Kondom bisa bocor, bahkan IUD saja bisa lepas dan tak berfungsi. Kalau benar-benar tak ingin punya anak, maka janganlah menikah dan berhubungan seksual. Kalau banyak orang yang memilih Childfree, barangkali saya juga bisa bersyukur. Di masa depan, anak-anak saya berkurang saingannya untuk memasuki sekolah terbaik di negara ini dan terbuka lebar dalam hal peluang kerja. Iya, kan?
Baca Juga: Menikahlah, Mana Engkau Anak Kaya
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^