Mau berangkat ke sekolah eh motor ayahnya mogok 🤣 |
"Mbak, tulis dong tips memilih sekolah untuk anak," pinta teman saya, beberapa waktu lalu. Berhubung anak-anak saya masih SD semua, maka artikel ini berjudul "Tips Memilih Sekolah Dasar untuk Anak."
Beberapa bulan lagi, insya Allah anak bungsu saya, Salim, akan masuk SD. Salim sudah ikut tes seleksi masuk SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) yang letaknya di dekat rumah kami. Tinggal menunggu pengumuman kelulusannya saja.
Sejak awal menikah, kami sudah menabung untuk biaya pendidikan anak. Kami memprioritaskan pendapatan suami untuk biaya pendidikan anak sehingga menghemat pengeluaran di sektor lain. Gaji suami ditabung untuk biaya pendidikan anak.
Baca Juga: Kiat Membesarkan Anak dengan Teknologi
Baca Juga: Kiat Membesarkan Anak dengan Teknologi
Dengan pertimbangan pengalaman masa kecil saya dan suami yang sekolah di SD Negeri, kami memutuskan memilih SD Swasta daripada SD Negeri. Jadi, kami sudah mencari sekolah sejak bulan Desember. Setelah mendengarkan pengalaman tetangga yang menyekolahkan anaknya di SD Negeri, kami pun makin kuat pendirian untuk memilih SD Swasta.
Saat anak pertama mau masuk SD, kami survey ke beberapa sekolah swasta. Bukan hanya SDIT lho ya, tapi SD Swasta yang umum juga. Kami sempat membeli formulirnya juga. Harga formulir 5 tahun lalu kisaran Rp 200.000. Kalau Salim kemarin naik sedikit jadi Rp 300.000-an.
Selain SD Swasta Umum, kami juga mendatangi SDIT. Lalu membandingkan antara biaya dan pendidikan yang didapat. Rupanya biayanya hampir sama. Jadi sepertinya lebih mantap di SDIT karena dengan biaya yang hampir sama dengan SD Swasta, anak-anak mendapatkan tambahan pelajaran agama. Saya jadi tak perlu memasukkan mereka ke les mengaji juga.
Berikut ini tips memilih sekolah dasar untuk anak, berdasarkan pengalaman saya:
Lokasi Dekat dengan Rumah
Namanya juga anak SD, apalagi kelas 1, pastilah nantinya akan ada sedikit masalah seperti tiba-tiba menangis di kelas, buang air kecil atau besar di kelas, sakit mendadak, dan sebagainya. Kalau lokasinya dekat dengan rumah, saya bisa segera menjemput mereka. Tapi ternyata waktu kelas 1, guru-gurunya sendiri yang menangani kalau anak buang air di kelas bahkan menyuapi makan siang buat anak yang masih harus disuapi. Saya dipanggil ke sekolah kalau anak tiba-tiba sakit saja.
Lingkungan Sekolah Aman
Di sekolah anak-anak saya itu ada kurang lebih 5 satpam untuk menjaga anak-anak. Bahkan, saya sendiri pernah hampir dilarang menjemput anak-anak saya karena saya pakai make up dan pakaian rapi. Biasanya saya tidak pakai make up dan hanya pakai gamis gombrong. Mungkin satpamnya pangling dan saya dikira bukan ibunya anak-anak wkwkwk....
Saat proses belajar dimulai, pintu gerbang akan digembok sehingga anak-anak tidak bisa keluar masuk sekolah. Ada 1 pintu yang masih dibuka, tapi dijaga oleh 2 orang satpam. Satpam juga mengatur lalu lintas kendaraan orang tua pada saat mengantar dan menjemput anak-anak. Kalau orangtua mau menjemput anaknya yang tiba-tiba sakit pun harus ada surat izin keluar yang diberikan oleh guru.
Guru Ramah dan Komunikatif
Pengalaman buruk saya di masa kecil bersama guru SD Negeri adalah perundungan (bullying). Saya mendapatkan cubitan yang nggak mesra karena meninggalkan bekas biru di paha, bahkan sejak di bangku kelas 1 SD. Saya tak mau anak-anak saya mendapatkan pengalaman pahit seperti itu juga.
Di SDIT tempat anak-anak saya bersekolah ini, alhamdulillah gurunya baik-baik dan ramah. Dimulai sejak kami mengikuti tes seleksi masuk. Kita sudah bisa menilai guru-gurunya. Mereka juga komunikatif dan membuka saluran komunikasi untuk orangtua melalui telepon, sms, dan whatsapp.
Saat anak pertama mulai sekolah, saya sering bertanya apakah gurunya galak? Apakah pernah dipukul atau dicubit? Alhamdulillah, anak saya menggeleng. Semua gurunya baik, katanya. Bahkan, saat kelas 1 dan 2, kalau anak buang air atau muntah di kelas, gurunya dan petugas kebersihanlah yang membersihkan tanpa harus memanggil orangtua.
Saya mendengar cerita dari mantan asisten rumah tangga saya yang menyekolahkan anaknya di SD Negeri. Ketika anaknya mencret di kelas, anak itu didiamkan saja sampai ibunya datang. Nggak peduli anak itu menangis dan baunya ke mana-mana.
Guru-guru juga menerima pengaduan dan menyelesaikannya dengan baik. Anak saya pernah dibully dan diperas oleh temannya. Uang jajan selalu diminta. Saya adukan ke guru kelasnya, dan besoknya tak ada lagi kasus seperti itu. Pelakunya dinasihati baik-baik. Pernah juga ada kejadian pencurian uang jajan di kelas, rupanya pelakunya ya salah seorang murid di kelas itu juga. Kasus itu juga bisa diselesaikan dengan baik.
Baca Juga: Anak Suka Jajan? Ini Tips Memilih Jajanan yang Aman
Lho, di SDIT kok ada kasus begitu juga ya? Yah namanya setiap keluarga punya gaya parenting berbeda-beda. Entah bagaimana cara orangtuanya mengasuh anak sehingga anaknya suka membully dan memeras, bahkan mencuri uang jajan anak lain. Kalau kasus anak saya, temannya itu tidak pernah dikasih uang jajan oleh ibunya. Hanya bekal makan siang saja. Jadilah dia meminta-minta kepada teman-temannya yang lebih lemah.
Nah, ibu-ibu yang tidak mau memberikan uang jajan kepada anak-anaknya, coba dipikir dari sisi anak ketika melihat teman-temannya jajan. Anak saya juga saya berikan bekal makan siang tapi juga uang jajan yang tidak banyak. Minimal dia bisa ikut jajan seperti teman-temannya.
Kantin Bersih dan Makanan Terjamin
Nah, bicara uang jajan, jangan lupa perhatikan kondisi kantin di sekolah anak-anak. Kantin di sekolah anak saya itu rapi dan bersih karena diberikan tempat khusus. Semua makanan dan jajanan diseleksi agar tidak membahayakan anak-anak. Pernah ada kasus jajanan yang bikin sakit perut, besoknya jajanan itu sudah tidak ada.
Anak-anak dilarang jajan di luar sekolah pada jam pelajaran. Jajanan yang ada di luar sekolah juga diawasi jangan sampai membahayakan anak. Jadi, orangtua juga tidak was-was memberikan uang jajan kepada anak-anak. Kondisi ini berbeda dengan SD Negeri di dekat rumah saya. Tempat jualan abang-abang itu kotor dan becek. Semua penjual juga bebas mau berjualan apa saja, karena tak ada satpam yang mengawasi. Tidak ada tempat parkir dan gerbang pintu ke luar langsung ke jalan raya.
Sekolah Bersih dan Nyaman
Tak hanya kantinnya yang bersih, seluruh area sekolah juga harus bersih. Itu bisa langsung terlihat saat kita datang ke sekolahnya. Sekolah anak saya memiliki banyak pekerja kebersihan. Tempat sampah ada di depan setiap ruangan dan itu ada 2 jenis: sampah organik dan non organik. Anak-anak harus membuang sampah pada tempatnya. Sama sekali tak ada sampah di sekitar sekolah, karena petugas kebersihan rutin membersihkan pada pagi dan sore hari.
Kamar Mandi Bersih
Jangan lupa tengok kamar mandi sekolahnya juga saat akan mendaftarkan anak kita di sekolah tersebut. Kamar mandi di sekolah anak saya ada banyak dan dipisah tempatnya antara kamar mandi anak lelaki dan anak perempuan. Karena jumlahnya banyak, jadi anak-anak tidak berebut apalagi sampai menahan buang air akibat antri yang panjang.
Kondisi kamar mandi juga relatif bersih karena juga dibersihkan. Kecuali kalau ada anak yang tidak menyebor wc setelah BAB, ya segera panggil petugas kebersihannya yang siap sedia. Kamar mandi yang bersih ini penting, agar anak tidak terkena penyakit diare dan semacamnya.
Kegiatan Ekskul Banyak Pilihannya
Bagi orangtua yang ingin mengembangkan bakat anak, sekolah yang bagus itu menyediakan pilihan ekskul yang banyak. Di sekolah anak saya, ada ekskul Panahan, Bahasa Inggris, Robotic, Taekwondo, dll. Saking banyaknya, lupa saya. Anak saya baru pernah ikut ekskul Panahan dan Robotic.
Ada Program untuk Orangtua
Orangtua juga harus dilibatkan dalam pendidikan anak. Supaya orangtua sadar dan makin peduli pada pendidikan anaknya, sekolah anak saya ini mengadakan Seminar Parenting setiap 2 bulan sekali yang dihadiri oleh para orangtua. Seminar ini bebas biaya, karena biaya diambil dari iuran kelas yang diminta setiap bulan.
Jelas Pemasukan dan Pengeluaran Uang Kas Kelas
Setiap kelas diminta iuran kelas dan ini jelas rinciannya. Setiap akhir tahun ajaran, orangtua akan diberikan rincian pemasukan dan pengeluaran dari uang kas itu. Jika masih ada sisa, juga akan dikembalikan kepada anak-anak berupa pemberian suvenir buku tulis dan pensil atau celengan.
Kira-kira itu dulu tips memilih sekolah dasar untuk anak. Berapa biaya untuk sekolah di SD Swasta, terutama SDIT? Sebenarnya relatif sih ya. Kalau dibandingkan dengan wilayah Kota Depok apalagi Jakarta, biaya sekolah anak saya lebih murah. Tapi, kalau dibandingkan dengan SD Negeri, ya sudah pasti mahal-lah karena SD Negeri itu gratis. Kecuali ada pungutan-pungutan yang jumlahnya bervariasi.
Kasarnya, kalau mau menyekolahkan anak di SD Swasta atau SDIT, minimal sudah menyiapkan Rp 10 juta untuk biaya masuknya. SPP per bulan kisaran Rp 500.000 per anak. Uang masuk itu sudah dengan biaya kas per bulan, kegiatan outing seperti belajar di tempat wisata, buku pelajaran, baju seragam, dll. Jadi, orangtua tidak dikenakan pungutan lagi. Setiap bulan tinggal membayar SPP.
Itu kenapa sejak menikah, suami sudah menabung karena memang sudah merencanakan akan menyekolahkan anak di sekolah dengan fasilitas tersebut di atas. Malah saya bilang SPP Rp 500 ribu per bulan itu murah, karena kita menitipkan anak seharian. Bandingkan dengan biaya Day Care. Kalau anak masih kelas 1, guru benar-benar seperti ibunya anak-anak. BAB atau muntah di kelas, ya guru yang membersihkan. Anak belum bisa baca, diajarkan sampai bisa.
Jadi, kalau ada yang bilang SDIT mahal, hmmm....
Pengalaman buruk saya di masa kecil bersama guru SD Negeri adalah perundungan (bullying). Saya mendapatkan cubitan yang nggak mesra karena meninggalkan bekas biru di paha, bahkan sejak di bangku kelas 1 SD. Saya tak mau anak-anak saya mendapatkan pengalaman pahit seperti itu juga.
Di SDIT tempat anak-anak saya bersekolah ini, alhamdulillah gurunya baik-baik dan ramah. Dimulai sejak kami mengikuti tes seleksi masuk. Kita sudah bisa menilai guru-gurunya. Mereka juga komunikatif dan membuka saluran komunikasi untuk orangtua melalui telepon, sms, dan whatsapp.
Saat anak pertama mulai sekolah, saya sering bertanya apakah gurunya galak? Apakah pernah dipukul atau dicubit? Alhamdulillah, anak saya menggeleng. Semua gurunya baik, katanya. Bahkan, saat kelas 1 dan 2, kalau anak buang air atau muntah di kelas, gurunya dan petugas kebersihanlah yang membersihkan tanpa harus memanggil orangtua.
Saya mendengar cerita dari mantan asisten rumah tangga saya yang menyekolahkan anaknya di SD Negeri. Ketika anaknya mencret di kelas, anak itu didiamkan saja sampai ibunya datang. Nggak peduli anak itu menangis dan baunya ke mana-mana.
Guru-guru juga menerima pengaduan dan menyelesaikannya dengan baik. Anak saya pernah dibully dan diperas oleh temannya. Uang jajan selalu diminta. Saya adukan ke guru kelasnya, dan besoknya tak ada lagi kasus seperti itu. Pelakunya dinasihati baik-baik. Pernah juga ada kejadian pencurian uang jajan di kelas, rupanya pelakunya ya salah seorang murid di kelas itu juga. Kasus itu juga bisa diselesaikan dengan baik.
Baca Juga: Anak Suka Jajan? Ini Tips Memilih Jajanan yang Aman
Lho, di SDIT kok ada kasus begitu juga ya? Yah namanya setiap keluarga punya gaya parenting berbeda-beda. Entah bagaimana cara orangtuanya mengasuh anak sehingga anaknya suka membully dan memeras, bahkan mencuri uang jajan anak lain. Kalau kasus anak saya, temannya itu tidak pernah dikasih uang jajan oleh ibunya. Hanya bekal makan siang saja. Jadilah dia meminta-minta kepada teman-temannya yang lebih lemah.
Nah, ibu-ibu yang tidak mau memberikan uang jajan kepada anak-anaknya, coba dipikir dari sisi anak ketika melihat teman-temannya jajan. Anak saya juga saya berikan bekal makan siang tapi juga uang jajan yang tidak banyak. Minimal dia bisa ikut jajan seperti teman-temannya.
Kantin Bersih dan Makanan Terjamin
Nah, bicara uang jajan, jangan lupa perhatikan kondisi kantin di sekolah anak-anak. Kantin di sekolah anak saya itu rapi dan bersih karena diberikan tempat khusus. Semua makanan dan jajanan diseleksi agar tidak membahayakan anak-anak. Pernah ada kasus jajanan yang bikin sakit perut, besoknya jajanan itu sudah tidak ada.
Anak-anak dilarang jajan di luar sekolah pada jam pelajaran. Jajanan yang ada di luar sekolah juga diawasi jangan sampai membahayakan anak. Jadi, orangtua juga tidak was-was memberikan uang jajan kepada anak-anak. Kondisi ini berbeda dengan SD Negeri di dekat rumah saya. Tempat jualan abang-abang itu kotor dan becek. Semua penjual juga bebas mau berjualan apa saja, karena tak ada satpam yang mengawasi. Tidak ada tempat parkir dan gerbang pintu ke luar langsung ke jalan raya.
Sekolah Bersih dan Nyaman
Tak hanya kantinnya yang bersih, seluruh area sekolah juga harus bersih. Itu bisa langsung terlihat saat kita datang ke sekolahnya. Sekolah anak saya memiliki banyak pekerja kebersihan. Tempat sampah ada di depan setiap ruangan dan itu ada 2 jenis: sampah organik dan non organik. Anak-anak harus membuang sampah pada tempatnya. Sama sekali tak ada sampah di sekitar sekolah, karena petugas kebersihan rutin membersihkan pada pagi dan sore hari.
Kamar Mandi Bersih
Jangan lupa tengok kamar mandi sekolahnya juga saat akan mendaftarkan anak kita di sekolah tersebut. Kamar mandi di sekolah anak saya ada banyak dan dipisah tempatnya antara kamar mandi anak lelaki dan anak perempuan. Karena jumlahnya banyak, jadi anak-anak tidak berebut apalagi sampai menahan buang air akibat antri yang panjang.
Kondisi kamar mandi juga relatif bersih karena juga dibersihkan. Kecuali kalau ada anak yang tidak menyebor wc setelah BAB, ya segera panggil petugas kebersihannya yang siap sedia. Kamar mandi yang bersih ini penting, agar anak tidak terkena penyakit diare dan semacamnya.
Kegiatan Ekskul Banyak Pilihannya
Bagi orangtua yang ingin mengembangkan bakat anak, sekolah yang bagus itu menyediakan pilihan ekskul yang banyak. Di sekolah anak saya, ada ekskul Panahan, Bahasa Inggris, Robotic, Taekwondo, dll. Saking banyaknya, lupa saya. Anak saya baru pernah ikut ekskul Panahan dan Robotic.
Ada Program untuk Orangtua
Orangtua juga harus dilibatkan dalam pendidikan anak. Supaya orangtua sadar dan makin peduli pada pendidikan anaknya, sekolah anak saya ini mengadakan Seminar Parenting setiap 2 bulan sekali yang dihadiri oleh para orangtua. Seminar ini bebas biaya, karena biaya diambil dari iuran kelas yang diminta setiap bulan.
Jelas Pemasukan dan Pengeluaran Uang Kas Kelas
Setiap kelas diminta iuran kelas dan ini jelas rinciannya. Setiap akhir tahun ajaran, orangtua akan diberikan rincian pemasukan dan pengeluaran dari uang kas itu. Jika masih ada sisa, juga akan dikembalikan kepada anak-anak berupa pemberian suvenir buku tulis dan pensil atau celengan.
Kira-kira itu dulu tips memilih sekolah dasar untuk anak. Berapa biaya untuk sekolah di SD Swasta, terutama SDIT? Sebenarnya relatif sih ya. Kalau dibandingkan dengan wilayah Kota Depok apalagi Jakarta, biaya sekolah anak saya lebih murah. Tapi, kalau dibandingkan dengan SD Negeri, ya sudah pasti mahal-lah karena SD Negeri itu gratis. Kecuali ada pungutan-pungutan yang jumlahnya bervariasi.
Kasarnya, kalau mau menyekolahkan anak di SD Swasta atau SDIT, minimal sudah menyiapkan Rp 10 juta untuk biaya masuknya. SPP per bulan kisaran Rp 500.000 per anak. Uang masuk itu sudah dengan biaya kas per bulan, kegiatan outing seperti belajar di tempat wisata, buku pelajaran, baju seragam, dll. Jadi, orangtua tidak dikenakan pungutan lagi. Setiap bulan tinggal membayar SPP.
Itu kenapa sejak menikah, suami sudah menabung karena memang sudah merencanakan akan menyekolahkan anak di sekolah dengan fasilitas tersebut di atas. Malah saya bilang SPP Rp 500 ribu per bulan itu murah, karena kita menitipkan anak seharian. Bandingkan dengan biaya Day Care. Kalau anak masih kelas 1, guru benar-benar seperti ibunya anak-anak. BAB atau muntah di kelas, ya guru yang membersihkan. Anak belum bisa baca, diajarkan sampai bisa.
Jadi, kalau ada yang bilang SDIT mahal, hmmm....
Sekolah di kota mahal ya mbak, dikampung masih dibawah 5juta, masuknya. ��
ReplyDeleteTahun ini anak Saya juga udah masuk SD Mbak, sayangnya SDIT maupun MI yang bagus jaraknya terlalu jauh Dan anaknya ga mau naik bus sekolah. Ya udah Cari MI swasta yang dekat aja. Yang penting anaknya mau. Pengalaman waktu TK terlalu maksa ikutin kemauan Saya jadi mogok ga mau sekolah
lengkap banget nih mba tipsnya, kebetulan beberapa tahun lagi anak saya akan masuk SD dan sekarang masih galau milihnya :D pengennya sih yang deket rumah biar bisa jalan kaki nganternya.
ReplyDeleteMantul mbak tipsnya... anak saya juga tahun depan masuk SD. Alhamdulillah sudah dapat sekolahnya, bahkan sudah bayar separoh lebih. Sekolahnya pun tidak jauh dari rumah.
ReplyDeleteSetuju banget memang yang nama nya sekolah wajib ada ekskul yang banyak karna seusia mereka sedang mengembangkan potensi dan bakat jadi harus dioptimalkan
ReplyDeleteAku juga pertimbangan pertama lokasi , Mbak...Kalau dekat tenang hati. Apalagi Jakarta macet kek gini. Semacet-macetnya aku 15 menit sampai sekolah anak-anak. Coba kalau jauh...Pertimbangan lain lebih kurang sama.
ReplyDeleteKalau masalah biaya, saya dan suami juga memprioritaskan pengeluaran untuk biaya pendidikan dan keperluan anak-anak.
Setuju banget mbak, aku juga kalau survey sekolah buat anak perhatikan beberapa poin diatas dan kebersihan itu utama banget soalnya banyak sekolah SD yg toilet nya kotor banget lalu nyalahin anak-anak nya dan bilang "maklum anak SD" Gak banget kan...
ReplyDeleteWah tipsnya lengkap yah mom,bener bgt nih kebersihan wc sekolah emang hrs diperhatikan bgt yah mom ankku sklh d MI swasta tp aku kurang sreg sama walas kelas 2nya agak galak menurutku si,jd trauma klo mau masukin sd adiknya nnti.
ReplyDeleteAku nasih ga ngerti kenapa formulir harus beli ya mom? :( btw anakku memang msh bayi to baca baca soal pendidikan anak jd mikirbkudu prepare dr skrg nich.
ReplyDeleteEmang banyak banget petimbangan masuk SD ya. Lbh susah masuk SD ketimbang nyari perguruan tinggi haha. Soalnya SD itu transisi anak dr usia dini ke anak sekolahan, emaknya masih melow2 gtu, so makanya banyak yg milih kudu cari yg paling oke
ReplyDeleteBanyak ya pertimbangannya :")
ReplyDeletegalaunya milih sekolah anak, gak ada apa deh sama galau perihal mantan. harus banyak mikirin aspeknya, apalagi soal budget dan lingkungan.
ReplyDeleteLokasi dekat rumah itu banyak manfaafnya, karena daku merasakannya dulu waktu sekolah jalan jadi nggak terburu-buru dan bisa tenang
ReplyDeleteSama seperti saya.. Pengalaman dulu saya juga sekolah di SD Negeri, untuk anak justru saya sekolahkan di SD swasta, tepatnya SD Muhammadiyah. Alhamdulillah ada SD Muhammadiyah yang tidak terlalu jauh dari rumah dan cukup terkenal dengan kualitas bagusnya. Nahhh.. 4 tahun lagi nih nyari SD lagi buat adiknya. Entah nanti di sekolah yang sama atau di sekolah yang berbeda. Karena dalam waktu 4 tahun pasti akan ada perubahan.
ReplyDeleteNice infonya moms..jadi tau nanti pas anak masuk SD kudu gimana..secara skrng dia masih 1taun..masih beberapa taun lagi .tp kudu siapin dananya jg
ReplyDeletePenting banget nyari lokasi yang dekat. Karena saya tinggal di kabupaten, kemana-mana masih dekat. Kalau ada masalah dengan anak jadi gampang. Seperti kalau anak tiba-tiba sakit, saya bisa cepat-cepat menjemput.
ReplyDeleteBun! Persis nih kayak aku. Walau keuangan masih terseok-seok tapi sejak awal menikah dan hamil udah memutuskan mau menyekolahkan anak di mana dan mulai menabung sejak tahun ini. Semoga dilancarkan yaa rejeki kita. Amiin..
ReplyDeleteMantap djiwa!
ReplyDeleteMasalah yang bully itu kejadian di aku mbak. Ceritanya aku udah pilih sebuah sekolah, udah beli formulirnya juga, ealah nemu tulisan tentang seorang ibu yang anaknya di bully di sekolah itu.
Akhirnya mundur dong .Ini anak yang aku jaga, aku sayang-sayang, dnggak rela banget kalau dia sampai disakiti orang lain
Lengkap sharingnya mba :) Jarak itu pertimbanganku nomer 1 setiap milih sekolah atau tempat les, kasian kalau kecapekan di jalan atau pas hujan deras.
ReplyDeleteDuh, bentar lagi anak ke-3 ke SD nih. Aku masih nimbang2. Tapi kayaknya condong ke sekolah kakak-kakaknya dulu. Udah pada kenal sama gurunya. Oh ya, tips yang terakhir ini nih ya yang suka jadi polemik. Wkwkwk... ibu2 tea atuh. :D
ReplyDeleteAlhamdulillah makin banyak pencerahan. Hal-hal yang sebelumnya luput dalam pikiran jadi masuk list ✔️
ReplyDeleteAku juga anak "swasta" tapi wc sekolahku dulu bikin bales, sekarang makin banyak pilihan sih emang.
Oiya ada yg bilang juga SDIT itu lebih berat beban belajarnya, jadi mending MI
Aku jadi binun hahahaha
Makasih sharing nya mbak leyla ^^
Anakku baru umur 3 tahun mbak tapi udah kepikiran mau sekolah dimana. Ngeliat jam sekolah anak sekarang kok sampai sore itu mikir kasian tapi dilihat dr sudut pandang lain bagus sih jadi waktu anak lebih banyak dihabiskan di sekolah. Baca tips dr mba leyla lagi aja deh biar gak galau
ReplyDelete