Bagi kami, hari ayah itu setiap hari. Ya, walaupun ayahnya anak-anak dari Senin-Jumat sangat sibuk, tetap harus disempatkan berinteraksi dengan anak-anak. Makanya kami mengadakan pembagian tugas. Si ayah yang mengantar anak-anak ke sekolah setiap pagi.
Dulu, tugas mengantar itu diberikan ke tukang ojek. Memang sih, si ayah jadi sering terlambat ke kantor karena harus melewati sekolah anak-anak dulu. Tapi, kapa lagi ada quality time bersama anak-anak kalau tidak disempatkan?
Sabtu-Minggu juga jadi quality time ayah dan anak-anak. Gara-garanya anak-anak sangat bergantung dengan mamanya. Kami pun mengadakan pembagian tugas. Sabtu Minggu kalau saya ada acara ke luar, anak-anak bersama ayahnya. Mama bisa bebas deh kayak waktu masih gadis. Ayah pun bisa membangun rumah di hati anak-anaknya.
Seperti hari Minggu kemarin. Saya yang sedang berhalangan Salat, bangun siang. Tahu-tahu di meja sudah ada nasi uduk yang dibeli oleh suami. Suami juga sudah menyuapi anak-anak. Saya mandi dan siap-siap ke suatu acara.
Suami juga yang menggendong si bungsu yang menjerit-jerit mau ikut mamanya. Saya meninggalkan anak-anak dalam keadaan belum mandi semua. Ayahnya lah yang memandikan. Alhamdulillah, suami mendukung aktifitas saya dan mau membantu mengurusi anak-anak.
Tentunya kejadian itu hanya seminggu sekali dan itulah kesempatan quality time yang saya berikan kepada suami, karena di hari biasa dia sulit meluangkan waktu untuk anak-anak.
Bagi saya, kehadiran seorang ayah untuk anak-anak memang menambal kekurangan saya sebagai Ibu. Contohnya, saya ini cenderung mengiyakan kemauan anak-anak. Seperti ketika Sidiq bolos dua kali ekskul Robotik di sekolahnya.
Pemilihan ekskul ini sudah keinginan anak-anak sendiri. Nggak ada intervensi orang tua. Sidiq sendiri yang memilih ekskul Robotik. Ternyata setelah beberapa bulan, Sidiq mandeg. Alasannya?
"Bosan ah. Begitu-begitu aja!"
Anak kelas 2 SD sudah bisa bosan dan bilang begitu-begitu aja. Sebagai Ibu, daripada mesti bayar ekskul terus tapi anaknya nggak masuk, mending berhenti aja kan. Saya pun membicarakan hal itu kepada ayahnya anak-anaknya.
"Sidiq bosan ikut ekskul Robotik. Diberhentikan aja ya?" tanya saya.
"Jangan! Jangan seenaknya berhenti cuma karena bosan. Dicari dong cara yang menarik supaya anaknya nggak bosan. Kalau tiap bosan terus berhenti, apa jadinya nanti? Kalau udah kerja, bosan, terus berhenti. Kalau udah nikah, bosan, bisa kawin cerai terus." Suami menjelaskan panjang lebar.
Oh iyaa.... duh, saya baru kepikiran. Benar juga. Rasa bosan itu nggak boleh dituruti. Harus disiasati. Bagaimana nanti kalau dia bosan kerja di satu tempat? Akhirnya pindah kerja terus. Yang parah, bagaimana kalau dia mudah bosan pada satu wanita? Alias istri? Bisa kawin cerai melulu.
Akhirnya, sampai hari ini Sidiq masih ikut ekskul Roboticnya. Sidiq harus bertahan dengan rasa bosannya dan mencari cara supaya tidak bosan terus. Alhamdulillah, ayahnya Sidiq bukan pembosan, jadi nggak bosan dengan istrinya #uhuk.
Thankyou, Ayah.. kehadiran ayah melengkapi tumbuh kembang anak-anak. Terima kasih sudah menjadi ayah yang sabar.
selamat hari ayaaaah ya...peran dan kontribusi ayah memang luar biasa!
ReplyDeleteSelamat hair ayah....
ReplyDeleteWa,Sidiq keren banget ikut ekskul robotik^^
betul banget, rasa bosan itu harusnya disiasati bukan malah diturutin ya, kacau ya kalau bosan nikah, hehhee
ReplyDeleteduh bahaya banget kalau bosan nikah hehehe. iya anak bosan harus disiasati dan dicari penyebab kebosanannya
ReplyDeletemungkin karena sekarang zaman serba instan, ya. Jadi kayak ngegampangin banget. Termausk modah bosan
ReplyDeleteTapi biasanya kalo udah suka sama sesuatu dan dia dapetin itu dengan usahanya sendiri, anak jadi gak gampang bosan deh, mom. Thanks for sharing btw.
ReplyDeleteSalam,
Syanu.
Waaah, bahagianya hati Mbak Leyla, bangun tidur tersaji nasi uduk. Aku akdang juga begitu, kalau sedang enggak enak badan, suamilah yang menggantikan perannya. Ya walau hanya sekedar membeli sarapan dan memandikan anak, itu sungguh luar biasa.
ReplyDeleteSidiq, tumbuh jadi anak baik dan soleh ya, sayang <3
ReplyDeleteSalam,
Oca