"Bu, bikinin susu...." seorang anak usia SD meminta tolong kepada ibunya untuk membuatkan susu. Ketika ibunya hendak berdiri, anak lainnya ikut meminta tolong. "Aku juga bikinin ya, Bu...." Sang Ibu menghentikan langkah sambil mengerutkan dahi, "Kalau kamu bikin sendiri, dong...." Si anak perempuan yang sudah berusia belasan tahun dan duduk di bangku SMP itu memajukan bibirnya, "Yah.... Ibu... Masa adek dibikinin, aku enggak? Bikinin, ah...." Mungkin karena tidak mau berdebat dengan anaknya di tengah orang banyak, sang ibu mengalah dan melangkahkan kaki ke dispenser untuk membuatkan dua gelas susu.
Saya melirik sebal ke arah anak perempuan yang asyik memainkan smartphonenya. Bahkan, saat dia menyuruh ibunya tadi, matanya tidak lepas dari smartphone. Enak sekali menyuruh ibunya seolah-olah ibunya itu seorang pramusaji. Ibunya juga sih, mau-maunya disuruh. Peristiwa itu terjadi saat saya sedang mengikuti liburan bersama teman-teman kantor suami di sebuah villa di Puncak. Saya ingat, sewaktu berusia sama seperti gadis itu, saya malah kebagian mencuci pakaian seluruh keluarga. Almarhumah ibu saya membagi-bagi pekerjaan. Saya kebagian mencuci baju, adik-adik saya ada yang kebagian menyapu dan mengepel lantai, memasak, dan sebagainya. Rasa-rasanya saya tidak ingat pernah menyuruh ibu saya membuatkan susu, ketika saya sudah bisa melakukannya sendiri. Mau ditempeleng? Dulu memang rasanya seperti kejam, saya harus mencuci pakaian seluruh keluarga. Mana pakai tangan, belum ada mesin cuci. Sekarang, saya mendapatkan manfaatnya. Saya bisa menghargai orang tua.
Ternyata menjadi orang tua itu memang butuh belajar. Tidak mudah lho mendidik anak agar mandiri. Itulah sebabnya saya senang sekali ketika menang kuis di twitter, berhadiah tiket seminar Modern Mama 2016 "Raising Children who Think for Themselves" yang diadakan oleh The Urban Mama di Gedung AXA Tower Lantai 36F Kuningan City Jl. Prof. Dr. Satrio, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 2 April 2016. Pembicaranya adalah Ibu Elly Risman, MPsi mengenai Kiat Membantu Anak Mandiri dan Adhitya Mulya mengenai Helicopter Parenting. Dua pembicara yang keren sekali, nih. Sayang untuk dilewatkan.
Urusan membantu anak mandiri ini masih menjadi PR besar buat saya, karena ketiga anak saya masih usia di bawah 10 tahun dan masih sangat bergantung kepada saya. Untuk urusan mandi, pakai baju, dan makan sih mereka sudah bisa sendiri. Tapi itu lho... kalau mau berangkat ke sekolah, buku-bukunya masih harus disiapkan oleh saya. Urusan ibadah seperti salat pun masih harus didorong-dorong. Kemudian, masih perlu diberitahu untuk buang sampah pada tempatnya. Pekerjaan rumah tangga yang luar biasa banyaknya, akan semakin memberatkan ketika anak-anak masih belum mandiri untuk hal-hal yang sebenarnya sudah bisa mereka lakukan sendiri.
Pagi hari, jam 6.30, saya sudah berkendara menuju stasiun kereta. Sampai di lokasi jam 8 kurang. Alhamdulillah. Jam 8.30, Adhitya Mulya, penulis buku "Sabtu bersama Bapak" yang best seller itu, membawakan tema "Helicopter Parenting." Apa itu Helicopter Parenting, yaitu suatu keadaan di mana orangtua terlalu dominan dan protektif terhadap anaknya sehingga tidak mau anaknya menghadapi konflik dan kesulitan-kesulitan dalam hidup. Orangtua berusaha membereskan semua konflik dan menghilangkan semua kesulitan dari jalan anaknya. Kang Adit, demikian beliau disapa, memberikan contoh-contoh dominasi orangtuanya. Misalnya, ada orangtua di sebuah TK yang meminta guru agar memundurkan jam masuk sekolah supaya anaknya sempat sarapan. "Anak saya baru bangun jam 1/2 8. Kalau masuknya jam segitu, nanti dia nggak sempat sarapan. Kan kasihan...."
Adhitya Mulya |
Ada lagi kasus ketika anaknya berkelahi dengan teman sekolahnya, eh orangtuanya ikut ribut. Yang paling umum saat anak kalah lomba, orangtua marah-marah menyalahkan wasitnya. Mengapa terjadi hal-hal demikian? Karena orangtua kurang siap menerima kemungkinan bahwa metode parentingnya harus diperbaiki. Orangtua merasa sudah menjadi orangtua yang sempurna. Akibatnya, sampai anaknya dewasa pun, orangtua terus mengatur anaknya agar menjadi seperti keinginan orangtuanya. Lalu, bagaimana seharusnya? JANGAN membantu anak menyelesaikan konfliknya, tetapi AJARKAN anak menyelesaikan konfliknya sendiri. Contoh kasus yang pertama. Ya, memang kasihan kalau anaknya belum sempat sarapan. Tapi, bukan berarti orangtua bisa mengatur jam masuk sekolah (memangnya yang sekolah anaknya saja). Yang benar, orangtua harus membangunkan anaknya lebih cepat supaya dia sempat sarapan.
Anak-anak yang terlalu dilindungi oleh orangtuanya, kelak akan menjadi anak yang lemah mentalnya. Tidak kuat menghadapi persaingan hidup. Selama ada di bawah ketiak orangtuanya, ya dia memang akan terlindungi. Akan tetapi, orangtua harus ingat bahwa kelak anaknya akan sendirian mengatasi kesulitan-kesulitannya. Sudah banyak contohnya anak-anak yang dulunya terlalu dilindungi orangtua, ketika dewasa menjadi orang yang suka menyalahkan orang lain karena dia terbiasa tidak ditunjukkan kesalahannya. Hal kecil saja, ikut lomba kalah, yang disalahkan wasitnya. Kelak, anak itu ketika melakukan kesalahan, yang disalahkan orang lain.
Namun, jika sudah bersentuhan dengan tindakan kriminal, orangtua HARUS melindungi anaknya. Misalnya, jika anaknya mendapatkan perundungan (bullying) dari temannya, orangtua harus ikut menyelesaikan masalah itu. Jangan dibiarkan saja karena akan menimbulkan trauma pada anaknya. Sesi berikutnya Ibu Elly Risman yang membawakan tema "Kiat Membantu Anak Mandiri." Bu Elly ini pakar parenting yang sudah ternama. Siapa yang belum kenal, hayoo....? Alhamdulillah, saya diberi kesempatan mendengarkan langsung paparannya. Bu Elly datang dengan semangat tinggi dan terlihat sekali keharuannya mendapati masih banyak orangtua yang peduli terhadap pengasuhan anak.
Ibu Elly Risman |
Bu Elly sudah banyak menangani anak-anak bermasalah akibat salah asuh. Beliau memulai cerita mengenai pengalaman saat menjadi asisten di sebuah Day Care di Amerika. Anak-anak di luar negeri sudah dilatih mandiri sejak usia 1 tahun, lho! Ada anak yang ke toilet sendiri untuk buang air kecil, lalu kesulitan menutup celananya. Bu Elly ingin membantu, tapi anak itu menolak. "I'm not a baby!" serunya.... Tahu nggak berapa usia anak itu? DUA TAHUN! Huhu.. anak bungsu saya berusia 3 tahun dan masih dibantu buang air kecil, hehehe.... Ya itulah yang masih harus dikejar di Indonesia. Anak-anak Indonesia masih belum dilatih mandiri sejak kecil. Contohnya seperti di atas. Sudah SMP masih minta dibuatkan susu oleh ibunya. Anak perempuan pula!
Sesi Bu Elly ini cukup panjang, dan banyak sekali ilmu berharga yang dipaparkan. Bu Elly memulainya dengan survey mengenai siapa penanggung jawab pengasuhan anak Anda? Ternyata sebagian besar hasil survey yang sudah dilakukan adalah Pembantu dan Nenek! Ibu dan ayahnya bekerja. Pembantu dan Nenek bukanlah orang yang tepat untuk mengajarkan kemandirian kepada anak. Mereka lebih sering membantu anak agar tugas cepat selesai. Anak punya kekuasaan kepada pembantu. Pembantu juga sungkan kepada anak majikannya. Di mana bisa melatih kemandirian anak kalau apa-apa dibantu pembantu? Nenek punya kecenderungan menyayangi cucunya, sehingga membolehkan cucunya melakukan apa saja. Ini pengalaman saya ketika anak-anak menghabiskan liburan sekolah di rumah neneknya. Neneknya menyuruh anak-anak saya supaya mandi, tetapi anak-anak saya malas mandi. Apa yang dilakukan Nenek? "Oh ya sudah, tidak usah mandi." Hadeuuh... untung nggak sering-sering menginap di rumah Nenek, bisa-bisa anak-anak saya nggak pernah mandi hehehehe.....
Siapa yang harus mengajarkan kemandirian dan tanggung jawab kepada anak? ORANGTUA. Guru memang membantu orangtua di sekolah, tetapi guru hanya fokus pada kurikulum akademik. Tetap saja kuncinya adalah orangtua. Orangtua bukan hanya IBU, tetapi juga AYAH. Pengalaman saya, sosok ayah itu disegani oleh anak-anak (padahal saya paling galak lho, tapi anak-anak takutnya sama ayahnya hehe). Entah mengapa, kalau ayahnya menyuruh walaupun hanya satu kali, anak-anak langsung bergerak. Misal, "Ayo, solat!" Anak-anak segera bangkit dari duduknya, ambil wudhu, dan salat. Lah, kalau ibunya yang nyuruh? Biar sudah sepuluh kali disuruh, masih saja duduk santai. Hm, gimana nggak melotot, coba? Heran, saya juga bingung.
Jadi, kehadiran seorang AYAH itu sangat penting! Dudukkan Ayah sebagai pemimpin. Ibu, jangan sekali-sekali mengambil kedudukan ayah, kecuali bila ayahnya sudah tiada. Kepemimpinan ayah jangan sampai lemah. Sudah banyak kasus di mana ayahnya kurang berperan, akibatnya anak-anak terlibat seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Ingat, anak-anak itu bukan milik kita. Anak-anak itu amanah dari Allah. Anak adalah anugerah dan setiap anugerah itu pasti diuji. Jadi, tidak ada itu anak yang baik dengan sendirinya. Setiap anak pasti akan menguji orangtuanya. Untuk mengajarkan kemandirian kepada anak, dibutuhkan PEMBIASAAN. Tidak sekali jadi. Harus diulang terus-menerus. Sabar, Bu.... Ketika anak sudah bisa melakukan apa yang kita contohkan, berikan penghargaan. Ibu Elly memberikan contoh-contoh kemandirian sesuai usia anak.
Jam 12.30 siang,, Bu Elly mengakhiri sesinya. Dilanjutkan dengan istirahat, solat, dan makan. Berhubung saya masih ada acara lain, jadi saya melewatkan sesi tanya jawab bersama Ibu Elly. Lagipula, Sidiq yang ikut seminar ini juga sudah rewel minta pulang hehehe... Terima kasih, The Urban Mama, untuk acaranya yang sangat bermanfaat. Mudah-mudahan bisa konsisten saya praktekkan. Aamiin...
Mama dan Sidiq |
TFS Mba Leyla ^^ anak saya juga kalau sama ayahnya sekali ngomong langsung nurut kalau sama saya suara mesti tinggi 8 oktaf plus pake toa baru nurut hehehhe
ReplyDeleteSetiap kali menghadiri acaranya bunda Elly ini saya suka tersentuh :)
ReplyDeleteThanks sharing ilmunya
Ibu Elly kalo mengisi seminar memang seru ya mba... saya juga baru ikutan seminarnya bu Elly :)
ReplyDeleteEla beruntung bgt bisa ikut ini, aku bllm pernah ketemu ELly Risman liat di tv ajah
ReplyDeleteWah seru acaranya ya, smg kita bisa mengajarkan anak2 lekas mandiri, amin
ReplyDeleteWah seru acaranya ya, smg kita bisa mengajarkan anak2 lekas mandiri, amin
ReplyDeleteKeren ya sharing ilmunya
ReplyDeleteIya Mak, kemandirian, pembentukan perilaku mesti sejak dini, sehingga dah gede tinggal pembiasaan saja karena sudah jd karakter. Makasi Infonya Mak
ReplyDeletepeer untuk saya juga nih, jangan sampai kenyamanan membuat anak-anak lemah mentalnya, harus mandiri dan tahu berpikir dan bekerja keras ya
ReplyDeleteTeman kantor saya yang anaknya sudah SMA mengatakan kalau dia suka kasihan kalau nyuruh anaknya membantu pekerjaan rumah. Katanya seharian di sekolah sudah capek, masak di rumah mau capek lagi. Disisi lain, ia juga mengeluh karena anaknya itu belum bisa menyetrika baju sendiri. :(
ReplyDeleteTerima kasih sharing ilmunya, Mbak. Saya juga sedang belajar memandirikan anak2. :)
Iya sama kalo bapaknya yang bicara sekali aja langsung nurut...emaknya yg ngomong gak cukup tiga kali
ReplyDelete