Assalamu’alaikum… apa kabar,
anak-anak Mama yang ganteng-ganteng: Ismail, Sidiq, Salim? Surat ini sengaja
Mama tulis untuk kalian baca saat kalian sudah bisa membaca blog Mama ini. Mama
ingin bercerita tentang seorang pahlawan yang sangat berarti bagi kalian.
Seseorang yang begitu dekat dengan kalian. Jika suatu hari nanti kalian merasa
kesal kepadanya, bacalah surat ini lagi. Agar kalian tahu bahwa kekesalan
kalian tak seberapa dibandingkan usahanya untuk membahagiakan kalian.
Dia adalah… Ayah. Ya, ayah
kalian. Mama ingin menceritakan saat pertama berkenalan dengan Ayah. Ayah sudah
serius ingin melamar Mama, tapi Ayah bilang dia tidak bisa dekat dengan anak
kecil. Wah, bagaimana kalau nanti kami punya anak, ya? Apakah Ayah bisa
membantu Mama merawat anak-anak kalau tidak suka dengan anak kecil? Walaupun
tidak suka anak kecil, Ayah ingin punya anak banyak.
Akhirnya kami menikah dan setahun
kemudian, lahirlah Kakak Ismail. Sewaktu hamil Kakak Ismail, Ayah benar-benar
sangat memperhatikan Mama. Ayah ingin Ismail lahir dengan sehat dan tidak
kurang suatu apa pun. Ayah melarang Mama makan makanan yang tidak baik untuk
janin. Ayah membelikan cemilan yang enak-enak tapi aman dimakan untuk Mama.
Ayah selalu mengantar Mama ke rumah sakit dan klinik bidan untuk memeriksakan
kandungan. Ayah mengawasi Mama agar tidak lupa meminum vitamin dari bidan. Ayah
juga cepat-cepat membangun rumah yang nyaman untuk kita tempati. Pokoknya, Ayah
mengusahakan yang terbaik untuk Mama dan calon anaknya.
Apa yang Ayah bilang
sebelum menikah itu benar. Ayah susah dekat dengan anak kecil, termasuk anaknya
sendiri. Ayah harus belajar dari nol. Ayah tidak mau menggendong Ismail waktu
masih bayi karena takut kenapa-kenapa. Ayah lebih memilih membantu Mama
mengerjakan pekerjaan rumah tangga daripada menggendong bayi. Ayah jijik
melihat pup dan ompol bayi. Ayah jarang mengajak Ismail jalan-jalan ke luar
rumah karena malu. Laki-laki kok gendong bayi, begitu pikirnya.
Kemudian, Kakak Sidiq lahir dan
Mama kerepotan mengasuh dua anak yang usianya hanya terpaut setahun. Ayah
memilih mencarikan pembantu rumah tangga daripada membantu Mama mengasuh bayi.
Ya, ya, tentu saja seseorang tidak bisa berubah secara instan. Ayah butuh
proses untuk berubah menjadi lebih dekat dengan anak-anaknya. Namun, yang perlu
kalian ingat, Ayah tak pernah melupakan tanggungjawabnya untuk memberikan
perlindungan, nafkah, dan kasih sayang untuk kalian.
Memang, Ayah sibuk bekerja. Kakak
Sidiq pernah bertanya, kenapa Ayah pulangnya lama? Iya, Sayang, pekerjaan Ayah
memang banyak. Dulu sewaktu kalian belum sekolah, Ayah berangkat di saat kalian
masih tidur dan pulang ketika kalian sudah tidur. Ayah hanya berbincang tak
kurang dua jam setiap harinya bersama
kalian. Ada kalanya Ayah tak punya kesempatan mengobrol dengan kalian, kalau
sesuatu terjadi yang membuatnya terlambat sampai di rumah. Itu membuat kalian
sempat tidak dekat dengan Ayah. Mama ingat, sewaktu kalian masih kecil, kalian
tidak mau digendong oleh Ayah. Kalian menganggap Ayah seperti orang lain saja.
Ayah sedang menemani Sidiq belajar |
Namun, ketahuilah bahwa Ayah
bekerja untuk masa depan kalian. Ayah ingin kalian mendapatkan pendidikan yang baik di tempat yang baik. Setiap hari
Ayah berangkat naik kereta, berdiri dan berdesak-desakan dengan para orangtua
lain yang berjuang mencari nafkah untuk keluarganya. Ayah pernah menyaksikan
seorang bapak tua meninggal dunia di depan matanya sepulang bekerja. Bapak itu
sepertinya kelelahan setelah bekerja seharian. Beliau meninggal di dalam kereta
yang tengah melaju kencang. Begitulah perjuangan seorang ayah dalam mencari
nafkah. Memang, kalian seperti tidak merasakan kehadirannya karena Ayah sibuk
bekerja, tetapi seorang ayah telah mengusahakan yang terbaik untuk
anak-anaknya, bahkan jika itu dapat mengambil nyawanya.
Untunglah, Ayah menyadari bahwa
nafkah saja tidak cukup. Seorang ayah juga harus dekat dengan anak-anaknya
secara fisik. Pelan-pelan, Ayah mulai dekat dengan kalian. Ayah sering mengajak
kalian jalan-jalan tanpa Mama, Ayah menemani kalian belajar dan bermain, Ayah
juga sesekali memandikan dan menyuapi kalian, Ayah membantu Mama menjaga kalian
di saat sakit, Ayah membacakan dongeng
untuk kalian, dan Ayah mau menemani kalian di rumah bila Mama sedang ada acara di akhir pekan. Masih banyak lagi yang
Ayah lakukan untuk kalian.
Ayah tetap bekerja dari rumah meskipun sedang sakit |
Dan yang terutama, Ayah tetap giat
mencari nafkah untuk kita. Meskipun sedang sakit, Ayah tetap bekerja dari
rumah. Kelak jika kalian sudah berhasil menjadi orang yang sukses, jangan lupa
bahwa di dalamnya ada jasa Ayah. Saat itulah kalian akan mengucapkan, “My Dad,
My Hero!”
iya tapi suamiku kalau main dg anak suka di tempat tidur alasananya agar dia bisa nemenin anak sambil dia leyeh2. dan setelah besar anakku semua sukanya berada di etmpat tdr , belajar , nulis di tempat tidur. Itulah caar suamiku bermain dengan anak
ReplyDeletejadi inget suami..abis sakit kemarin tetep kerja juga dari rumah :)
ReplyDeletemantep, jadi haru deh bacanya
ReplyDeleteJadi kngen sama bapak.dah 2.taun gak ktmu. . .
ReplyDeleteemaaakk, jd terharu...
ReplyDeletepasti mak, pasti anak anak bakal inget dengan apa yg dilakukan ayahnya utk mereka.
Salut dah ah
My Dad is My Hero...kata anak-anak. Good luck ya Mbak..
ReplyDelete