Saturday, 10 October 2015

Jilbab yang Nyaman di Hati Emak Rempong


"Oweeeek! Oweeeek!"

Saat sedang asyiknya menggendong bayi merah yang berumur kurang dari satu bulan, bayi itu menjerit histeris. Teman-teman pengajian pun heboh. Si empunya bayi, segera mengambil bayinya dari gendongan saya. 

"Oh, kena bros 'ammah (tante) ya...." 


Wajah si ibu terlihat kurang suka saat memandang ke arah bros saya. Ya iyalah, bayi dua minggu tergores bros, hadeeeeu.... Mana saya tahu? Saya belum punya anak dan si ibu menitipkan anaknya ke saya. Lalu, obrolan tentang bros dan bayi pun merebak. Katanya, kalau punya bayi memang repot. Pakai jilbab jangan yang banyak penitinya. Mending pakai jilbab instan saja yang tinggal "lep...." nggak ada bros atau peniti. Cepat pula memakainya, karena kalau punya bayi kan sebentar-sebentar menangis. 

Oh ya, saya masih lebih enak menyebut hijab dengan jilbab, karena dari dulu nyebutnya udah "jilbab." Ada yang nyebut hijab, jilbab, atau khimar. Apa pun itu, tetap saja pikiran orang tertuju pada penutup kepala muslimah manakala ketiga kata itu disebut (walaupun konon masing-masing kata memiliki perbedaan pengertian). Jadi, nggak apa-apa ya kalau saya menyebut hijab dengan jilbab, karena lidahnya udah enak begitu :D

Dulu, orang-orang menyebutnya. "Bergo." Saya nggak tahu dari mana asal kata itu. Jilbab instan yang sudah berbentuk dan tinggal "lep" itu memang praktis. Bergo itu biasanya dipakai di rumah, saat santai, karena modelnya memang nggak neko-neko. Dibuat dari bahan kaus yang tebal, nggak pakai daleman pun nggak masalah. Ada merk bergo yang terkenal banget, pasti tau kan yaa... Bisa disebut sebagai trendsetter bergo bermerk. Kalau saya belinya sih yang murah-murah aja, di Pasar Tanah Abang, beli langsung selusin dan berwarrna-warni.

Saya juga pernah jualan bergo di kampus. Cukup laku, hanya sisa dua. Tapi memang bukan bakat pedagang yah, perputaran jualan yang lambat membuat saya malas berdagang. Saya mah lebih baik nulis deh daripada berdagang. Bergo itu dijual murah (daripada nggak ada yang beli), yang penting balik modal. Modelnya masih sederhana sekali. 

Bergo memang praktis dan nggak ribet. Buat saya, itulah jilbab yang nyaman di hati. Mudah digunakan, nggak neko-neko, dan menutup aurat. Biasanya saya pakai bergo yang menutup dada. Ada bergo yang kecil-kecil, hanya menutup leher, nah itu dipakai sebagai dalaman jilbab atau pashmina. Soalnya, kebiasaan di sini, yang pakai bergo kecil-kecil itu kalau enggak asisten rumah tangga, ya nenek-nenek. Nggak mau kan dibilang nenek-nenek? Hehehe.... 

Sebagai seorang emak rempong dengan anak kecil-kecil, pakai bergo memang sangat membantu untuk tetap menutup aurat tanpa merasa ribet. Ada ibu-ibu yang beralasan nggak mau pakai busana muslimah karena repot, masih punya anak kecil. "Aduh, susah pakai jilbab kalo ada anak kecil. Jilbab ditarik-tarik terus. Belum makenya itu lama...." Ya, kalau udah niat berjilbab sih, segala rintangan pasti  beres. Nah, kalau masalah repot berjilbab, bisa diatasi dengan bergo. Nggak usah pake peniti, tinggal "lep." 

Sekarang, anak saya sudah jarang digendong, jadi bisa pakai jilbab gaya-gaya, tapi tetap bergo lebih nyaman di hati. Namanya juga ibu-ibu, kalau bepergian kan bukan hanya mengurusi diri sendiri.  Sebelum mengurusi diri sendiri malah harus mengurusi anak-anak. Memandikan, memakaikan baju yang rapi, memberi makan supaya nggak muntah di jalan, dan sebagainya. Repot deh pakai jilbab yang aneh-aneh modelnya. Lebih enak pakai bergo. Supaya lebih cantik sedikit, ditambahi bros yang sesuai. Udah, jadi seperti foto di atas. Itu foto sewaktu mau salat Idul Adha beberapa minggu lalu. Pagi-pagi berangkat ke masjid dengan terburu-buru, ya nggak sempat pakai jilbab model-model. Untung ada bergo yang warnanya sesuai dengan gamis, tinggal "lep."

Itulah jilbab yang nyaman di hati saya. Tetap mendukung aktivitas sebagai emak rempong, tanpa ribet dan tanpa beralasan punya anak jadi nggak bisa pakai jilbab. Yuk, ah, tetap dipakai jilbabnya walaupun hanya jalan-jalan di sekitar komplek. 


5 comments:

  1. sampai skrg, walaupun anak saya udah gak digendong2, jilbab yang simpel, gak bikin ribet, gak banyak peniti, itu yang saya suka :)

    ReplyDelete
  2. Saya juga agak lama baru akhirnya menyadari bergo itu uda yg paling enak tinggal lep. Tp ttp pake bros sih kdg2 hehe tp bros kain jd gpp kena bayi saya.. suka pake pasmina tp ttp yg paling nyaman ya bergo instan ya.. hehehe
    Makasih uda ikutan ya mba..

    ReplyDelete
  3. Aku juga pake jilbab instan kalo lagi di rumah aja mak. Kalo bepergian, lebih suka pake pashmina :D

    ReplyDelete
  4. betul juga...saya juga nyaman dg jilbag yg langsung jleb dipake yg tanpa peniti...bergo ya istilahnya...saya juga nyebutnya tetap jilbab ajah... cuma kalo kerja aja pakai yg paris itu biar formal

    ReplyDelete
  5. Duh kasihan si dedek kena jarum.

    Iya, jilbab yang simpel dan cepat kelar memang asyik. Sukses GA-nya ya, Mbak.

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^