Like Father Like Son |
Suami saya lebih senang disuruh menyetrika daripada menggendong bayi. Alasannya, "nggak bisa gendong bayi." Dia pernah teriak-teriak karena Ismail "ee" waktu lagi digendongnya. Seolah-olah "ee" bayi itu sangat menjijikkan. Lucu deh ekspresi suami saya saat menyorongkan Ismail ke arah saya. Semenjak itu, dia selalu beralasan nggak bisa megang bayi, takut keselo, dan sebagainya. Akibatnya, anak-anak jadi nggak dekat sama ayahnya, tapi saya tahu banget suami saya sangat sayang sama anak-anak.
Sejak hamil, saya harus menjaga kehamilan dengan baik-baik. Nggak boleh makan pedes, mie instan, makanan mengandung msg dan pengawet, dan lain-lain. Banyak deh aturannya. Dia juga SELALU mengantarkan saya periksa ke dokter atau bidan. Memastikan agar saya meminum vitamin dan susu hamil. Dan tentu saja dia melarang saya bekerja, supaya kandungan saya baik-baik saja. Dia adalah pencari nafkah utama dan satu-satunya. Kalau saya bekerja, hasilnya paling cuman nambah-nambah dikit. Suami saya yang menanggung semua nafkah keluarga. Saya cuma harus mikirin anak-anak.
Masalahnya adalah, cintanya itu nggak ditunjukkan dalam bentuk hubungan fisik dengan anak-anak. Dia seolah cuek sama anak-anak. Mau anak-anak nangis, ee, pipis, dia cuma bilang, "Maaaah...!" Manggil saya dong, pasti hehehe.... Lama-lama, setelah Ismail dan Sidiq umur 3 dan 4 tahun, saya bersikap tegas kepada suami. Seorang ayah bukan hanya sekadar ATM untuk anak-anaknya. Ayah harus menunjukkan kasih sayangnya kepada anak-anak. Hubungan dengan istri bisa terputus, tapi hubungan dengan anak nggak bisa terputus. Kecintaan seorang ayah terhadap anak-anaknya, bisa mengawetkan rasa cintanya kepada istri. Maksudnya?
Misalnya, suami istri yang terkena konflik rumah tangga, lalu terpikir bercerai. Jika sang ayah nggak memikirkan perasaan anak-anak (karena hubungan yang nggak dekat dengan anak-anak), dia pasti mudah saja menceraikan istrinya atau selingkuh dengan wanita lain. Kalau ayahnya dekat dengan anak-anak, dia akan memikirkan perasaan anak-anaknya seandainya dia menceraikan ibunya anak-anak atau berselingkuh. Intinya, saya berusaha agar hubungan ayah dan anak-anaknya menjadi dekat secara fisik dan emosional, melalui cara memberikan waktu bagi ayah dan anak-anaknya untuk menghabiskan waktu bersama-sama, tanpa ibunya. Bermain bersama, menyuruh ayah membacakan dongeng sebelum tidur, salat dan mengaji bersama ayah, ke masjid, atau jalan-jalan keliling komplek.
Alhamdulillah, sekarang anak-anak sudah dekat dengan ayahnya. Malah pernah Salim si bungsu terbangun dari tidur. Saya sedang mengetik di lantai atas. Tumben-tumbenan, dia manggil, "Ayah... Ayah...." Menjadi Ayah, bukan proses yang instan. Menjadi Ayah pun harus melalui pembelajaran terus menerus. Terima kasih Ayah, sudah memberikan cinta tak berbatas untuk anak-anaknya. *saya jadi terharu sendiri nulis ini :')
Selamat Hari Ayah! Ingatlah bahwa kelak anak-anak kita yang akan menyolatkan dan mendoakan kita manakala kita sudah tiada.
Selamat hari ayah..untuk ayah2 hebat diseluruh dunia :)
ReplyDeleteselamat hari ayah, di Indonesia gak diperingati khusus ya hari ayah
ReplyDeleteSelamat hari ayah. Semoga yang diceritakan bisa menjadi ayah yang hebat buat anak-anaknya.
ReplyDeletesama..klo soal anak-anak nangis pipis ee...pasti panggilnya emaknya.
ReplyDeleteselamat hari ayaaah :D .. iya saya juga ga terlalu dekat sama bapa saya sampai dewasa seperti ini :)
ReplyDeleteIya mbak, ayah jg perlu menjalin kelekatan dg si kecil...
ReplyDeleteSalim deket bgd sm ayahnya y mbak, sampek bangun tdur langsung nyarik ayahnya... :)
Saya pernah dengar kalau ada peringatan Hari Ayah, tapi tanggal dan bulannya saya lupa. Semoga Sang Ayah semakin dekat dengan anak-anaknya, ya.
ReplyDelete