Anak-anak adalah matahari yang kehadirannya menghangatkan hati setiap
orang tua. Jangan biarkan sinarnya redup karena kita tak menyiapkan masa depannya
sejak dini.
“Ma, uang Kakak yang di celengan
itu mana?” Ismail, anak sulung saya, bertanya dengan pandangan mata penuh
selidik. Saya jadi ingin tertawa dibuatnya.
“Udah Mama pake semuanya,” jawab
saya, bercanda. Wajah Ismail langsung tegang.
“Yaaa… kenapa dipake semua? Itu
kan uang Kakak…. Jangan dipake semua….”
“Iya, iya… ada kok di lemari,
Mama simpan,” aku segera mengambil celengan Ismail yang kusimpan di dalam
lemari. Ismail menerimanya dengan sukacita. Itu adalah uang pemberian
orang-orang sebagai hadiah sunatan Ismail. Usianya baru 6 tahun, dan dia sudah
tahu bahwa uang itu penting untuk kehidupannya kelak. Dia ingin uangnya
digunakan untuk biaya kuliah!
Memberikan edukasi finansial
sejak dini kepada anak-anak kita ternyata sangat penting bagi masa depan
mereka. Tujuannya agar kelak mereka bisa mengatur keuangan dengan baik, dan
tentu saja bermanfaat untuk hidup mereka. Tak terbayangkan bila kelak anak-anak
kita tak memiliki pengetahuan mengenai pengaturan keuangan, mereka akan
kesulitan menyusun rencana keuangan, bersikap boros, dan membahayakan masa
depan. Sering sekali saya temui pasangan suami istri yang sudah lama menikah
tapi belum memiliki aset-aset penting seperti rumah, kendaraan, tanah, bahkan
tabungan pendidikan anak-anak, karena tidak dapat menyusun keuangan dengan
baik. Kehidupan mereka bagaikan seekor ayam, pendapatan hari ini hanya untuk
hari ini. Esok terserah bagaimana nanti.
Rezeki memang ada di tangan
Tuhan, tapi kita juga diberikan kesempatan untuk berencana. Edukasi finansial adalah salah
satu cara untuk merencanakan masa depan yang lebih baik. Selain memberikan
pendidikan akademis dan spiritual, hendaknya orang tua juga memberikan edukasi
finansial terhadap anak-anak.
Pertama, mengajari tentang uang
dan kegunaannya.
Umur berapa saya sudah mengajari
anak-anak tentang uang? Kira-kira pada sekitar umur 4 tahun, karena saya sering
mengajak mereka bila berbelanja ke warung, pasar, dan supermarket. Mereka
menyaksikan saya membayar barang-barang belanjaan dengan uang. Saya beritahukan
kepada mereka, bahwa barang-barang yang ada di toko itu harus dibayar dengan uang.
Tidak bisa mengambil sesuka hati. Sebab, saat pertama kali diajak ke warung,
anak-anak akan langsung mengambil makanan-makanan yang menarik hati mereka
tanpa tahu bahwa makanan itu harus dibayar dengan uang. Dikiranya makanan
gratis. Pelan-pelan saya kasih tahu bahwa kita harus menukar makanan itu dengan
uang. Kalau uang yang saya bawa itu kurang, saya berikan penjelasan juga bahwa
mereka harus mengurangi jumlah jajanan yang diambil karena uang mamanya tidak
cukup.
Kedua, mengajari tentang perlunya
selektifitas dalam menggunakan uang.
“Ma, ini harganya berapa? Ini
lebih mahal ya?”
Ismail sudah tahu bagaimana
membedakan barang yang mahal dengan yang murah. Kalau mahal, berarti ia harus
mengeluarkan lebih banyak uang. Ia sudah bisa mencari dua barang serupa tapi
tak sama. Kualitas mendekati, tapi harga yang satu lebih murah dari yang
satunya lagi. Saya memang ingin mengajarkan kepada anak-anak agar selektif
dalam menggunakan uang, alias tidak boros.
Kita harus bekerja dulu untuk mendapatkan uang, jadi pemanfaatannya
tidak boleh semena-mena. Setiap jajan, saya beritahu berapa uang yang bisa dia
gunakan, misalnya: Rp 2.000. Biasanya, dia akan bertanya, “Dua ribu bisa beli
berapa jajanan?” Kalau per satuannya seharga lima ratus rupiah ya dapat empat
jajanan.
Dengan begitu, anak-anak kelak
dapat menimbang-nimbang pengeluarannya. Saya tidak mau kelak mereka menjadi
anak yang boros dan tidak bisa memegang uang. Saya teringat sebuah cerita novel
tentang wanita yang hobi belanja sampai tidak pikir-pikir dulu. Apa pun dia
sukai, akan langsung dibeli. Tak peduli bahwa uangnya tidak cukup, sehingga dia
mengutang kepada Bank. Akhirnya, dia dikejar-kejar oleh penagih hutang.
Hidupnya pun menjadi tidak nyaman.
Ketiga, mengajari tentang
mengelola uang yang ada.
Uang, selain dapat digunakan
untuk membeli sesuatu, juga harus ditabung untuk kepentingan yang akan datang.
Saya sudah mengajari anak-anak untuk menabung menggunakan celengan berbentuk
hewan yang lucu, karena mereka masih kecil. Mereka senang sekali mengumpulkan
recehan, lalu memasukkannya ke dalam celengan. Saat ini, mereka memang masih
menggunakan celengan, tapi kelak mereka akan belajar menabung di Bank.
Dan bila sudah remaja, rencananya
saya akan mengajari cara mencari uang, agar mereka tidak hanya menadahkan
tangan kepada orang tua, lalu menginvestasikannya dalam bentuk yang beraneka
ragam.
Melek finansial sejak dini memang penting, terutama untuk
menyiapkan perlindungan keluarga agar dapat mencapai kesejahteraan di masa depan.
Sumber referensi:
Iya ya, Mak..
ReplyDeleteKalo anak bisa ngerti tentang keuangan keluarga itu baik banget. Dia tahu mana yg murah, mana yg mahal. Mana yg mampu dibeli, mana yg enggak. Mana yg dibutuhkan, mana yg enggak urgent. Jadi kalo kita jalan2 ke mall, enggak ada adegan drama anak nangis krn minta sesuatu & gk kita turutin.
Membiarkan anak tahu kondisi keuangan keluarga kita juga sepertinya perlu. Biar permintaannya enggak ajaib2. Hehehe...
Anak sy baru 1,5 tahun. Belum mudeng sih kalo sy ajarin ttg keuangan keluarga. Tpi besok mau sy terapin gitu ah... Makasih sharenya Mak.. Salam kenal. :)
dari kecil ya mak mulai di ajarkan menabung
ReplyDelete