Bijak mengelola keuangan rumah
tangga adalah salah satu kunci untuk menggapai keluarga sejahtera, mapan, dan
berkecukupan.
Setiap keluarga pasti
menginginkan kehidupan yang mapan, sejahtera, dan berkecukupan, untuk hari ini
dan seterusnya. Begitu juga dengan rumah
tangga kami. Saya, sebagai seorang istri dan ibu dari tiga orang anak, memiliki
tanggung jawab yang sama besarnya dengan suami saya, dalam mengelola keuangan
rumah tangga, walaupun pendapatan terbesar berasal dari penghasilan suami.
Melek finansial adalah bekal utama untuk bisa mengelola keuangan
rumah tangga dengan bijak. Melek finansial, artinya memiliki pengetahuan dalam
mengatur keuangan keluarga agar penghasilan yang diperoleh tidak habis dalam
sekejap, melainkan bisa digunakan untuk menopang kehidupan di masa depan.
Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan. Karena itu, rencanakanlah
hidup kita dengan sebaik-baiknya.
Bijak mengelola keuangan rumah
tangga, bagi kami berarti:
Irit Bukan Pelit, Sederhana Bukan Tak Kaya
Jika mengingat kenangan tahun
pertama berumahtangga, ada satu kejadian yang sulit dilupakan, yaitu saat suami
meminta agar saya selalu mencatat pengeluaran rumah tangga hingga
sekecil-kecilnya. Ternyata suami saya tipe orang yang perhitungan, apalagi
untuk masalah uang. Dia sangat berhati-hati menggunakan uang. Bulan pertama,
saya masih menuruti permintaan suami. Bulan berikutnya, saya mulai protes.
Sulit sekali mencatat semua pengeluaran dengan teratur, terlebih kalau hanya
untuk membeli hal-hal kecil.
Akhirnya, pengeluaran saya memang selalu “Besar Pasak
daripada Tiang.” Untuk urusan keuangan, suami mengambil alih sebagian besar
pendapatannya, karena pemasukan utama berasal dari gajinya. Saya hanya
diberikan kesempatan memegang uang untuk belanja sehari-hari dan biaya sekolah
anak-anak. Bagi saya, itu sangat memudahkan. Saya tak perlu pusing membayar
listrik, cicilan rumah, cicilan kendaraan, dan sebagainya. Kekurangannya,
memang saya jadi tidak bisa seenaknya membelanjakan uang suami untuk keperluan
pribadi. Akan tetapi, hasilnya sangat menguntungkan karena suami sangat cermat
menggunakan uangnya. Dia sangat bijak mengelola keuangan rumah tangga.
Berikut ini pos-pos pengeluaran
dari pendapatan suami:
1. Konsumsi
Pengeluaran untuk konsumsi
biasanya mengambil sebagian besar pendapatan rumah tangga. Makan, biaya rumah tangga, jajan,
jalan-jalan, dan sebagainya. Untuk urusan makan, kami relatif hemat. Suami
melarang membuang-buang makanan. Kalau bisa, makanan yang tidak habis, kemudian
didaur ulang. Wah, bagaimana caranya? Setelah hampir delapan tahun
berumahtangga, saya jadi bisa mendaurulang makanan yang tidak habis, lho. Nasi
sisa kemarin dijadikan nasi goreng? Itu sudah biasa. Kadang juga saya jadikan
bubur. Bila menyiangi udang, cangkangnya tidak dibuang, tapi dicampur dengan
tepung dan digoreng jadi bakwan “cangkang” udang. Ada pisang yang tak termakan,
bisa dibikin kue (cake). Bubur kacang
hijau yang tidak habis, tinggal dimasukkan ke dalam plastik dan dijadikan es.
Pokoknya, dilarang membuang-buang makanan kecuali kalau sudah basi. Makanan
harus dihabiskan.
Untuk makanan sehari-hari, saya
masak sendiri. Bekal untuk anak sekolah juga dari rumah. Ada pengalaman seorang
teman yang malas masak sehingga selalu beli makan di luar. Jatuhnya sudah tentu
mahal, dan dia jadi susah menabung karena
uangnya hanya habis untuk makanan. Pengeluaran rumah tangga lainnya,
juga dihemat. Susu anak-anak, bagi kami tak ada bedanya antara merk A dan B.
Jadi, kami beli yang terjangkau oleh kantong. Tidak perlu ikutan gengsi,
memberikan susu anak yang harganya selangit hanya agar kelihatan seperti orang
kaya. Yang penting, anak-anak minum susu. Begitu juga dengan produk-produk
perawatan tubuh dan perlengkapan kebersihan rumah tangga. Saya sangat selektif
membandingkan harga satu produk dengan produk lainnya. Tidak harus beli yang
harganya paling murah, tapi mencari yang harganya murah dan kualitasnya bagus.
Kalau selalu beli yang murah, kadang-kadang malah kualitasnya jelek dan
merugikan.
Hemat dalam memakai listrik?
Harus itu! Kami tidak memakai AC, karena daya listriknya tidak cukup. Tidak masalah,
toh masih bisa tidur nyenyak. Kami hanya membeli gadget baru, kalau yang lama
sudah rusak dan tidak bisa dibetulkan lagi. Selagi masih bisa dibetulkan, ya
kami betulkan. Kami tidak mengikuti gaya hidup gonta-ganti gadget, karena
kebutuhan lain masih banyak. Bagaimana dengan pakaian (fashion) dan aksesoris? Setidaknya kami membeli pakaian setahun
sekali, paling banyak ya enam bulan sekali. Irit atau pelit? Hemat, dong….
Bisa dibilang, kami keluarga yang
irit tapi bukan berarti pelit. Kami hidup sederhana, tapi bukan berarti tidak
kaya. Kenyataannya, hidup hemat dan
sederhana ala kami berhasil mengendalikan kebocoran anggaran keluarga untuk
hal-hal yang tidak penting dan mubajir.
2. Investasi
Pengeluaran untuk investasi ini
justru lebih besar daripada konsumsi. Suami sangat memperhatikan investasi,
karena dia ingin masa depan kami kelak terjamin. Yang penting kami sudah
berencana dan mempersiapkannya dengan baik. Pertama, rumah. Rumah ini bisa
menjadi barang konsumsi, sekaligus investasi. Suami sudah membeli rumah sejak
sebelum menikah. Rupanya dia sudah memprioritaskan urusan tempat tinggal ini.
Tidak apa-apa tak punya barang, yang
penting punya rumah. Tempat tinggal itu memang penting. Jadi, saya bersyukur
tidak pernah menjadi kontraktor, alias pengontrak rumah, karena langsung
menempati rumah sendiri setelah menikah. Kalau dipikir-pikir, biaya mengontrak
rumah di daerah Depok saja sudah di atas 10 juta/ tahun. Sayang sekali jika
setiap tahun kami mengeluarkan uang untuk mengontrak rumah, yang sejatinya bisa
dipakai untuk mencicil pembelian rumah.
Rumah kan mahal? Maka dari itu,
kami membeli rumah yang lokasinya jauh dari kota. Malah lebih bagus, jauh dari
mal jadi tak perlu boros berbelanja. Walaupun jauh, rumah kami dekat dengan
stasiun kereta. Nah, itu saja yang penting. Suami bisa ke kantor naik kereta.
Irit, bukan? Saat itu, harga rumah kami hanya Rp 40 juta, yang dicicil selama 5
tahun. Kini kami sudah menempatinya selama 8 tahun, itu berarti cicilannya
sudah lunas. Rumah itu juga sudah direnovasi, dan biaya renovasinya juga
dicicil dari Bank. Tahun depan juga lunas. Sebentar lagi, kami punya rumah yang
bebas cicilan.
Sekarang, lokasi rumah kami sudah
ramai. Harga properti di daerah tempat tinggal kami juga sudah mengalami
kenaikan yang tinggi. Apalagi, akan dibangun jalan tol! Iya, artinya, sebentar
lagi tempat tinggal kami juga bisa disebut kota. Ternyata, kami hanya perlu
bersabar sesaat saja, tinggal di rumah yang jauh dari kota. Toh, dalam hitungan
tahun, tempat tinggal kami juga sudah bisa disebut “kota.” Perkembangan
properti sangat pesat. Jangan khawatir membeli rumah yang jauh dari kota,
karena kita hanya menunggu sebentar saja kok sampai lokasi tempat tinggal kita
berkembang. Banyak keluarga baru, yang mempersoalkan urusan rumah ini. Maunya langsung
tinggal di kota, semua fasilitas tersedia, tapi tak ada dana untuk membeli
rumah. Akhirnya, setiap tahun menjadi pengontrak rumah. Entah kapan punya
rumahnya karena harga rumah semakin hari semakin mahal.
Kedua, kendaraan (mobil). Ada
yang bilang, mobil bukan investasi, tapi bagi kami, mobil bisa menjadi barang
investasi. Mobil pribadi sebenarnya tidak terlalu penting, karena suami
sehari-hari ke kantor naik kereta. Hemat bensin, hemat waktu, dan tidak membuat
jalanan semakin macet. Lalu, mengapa kami membeli mobil? Mobil itu kami gunakan
untuk pulang kampung atau acara keluarga, dan untuk investasi. Ya, barangkali
kelak butuh uang, mobil bisa dijual lagi atau disewakan. Memang nilainya akan
berkurang karena mengalami penyusutan. Ada seorang teman yang jadi senang jual
beli mobil, gara-gara dia senang membeli mobil, lalu mobilnya direntalkan. Itu
yang saya maksud, mobil untuk investasi.
Ketiga, perlindungan keluarga dalam bentuk asuransi. Sekarang ini asuransi
tak lagi hanya berbentuk proteksi tapi juga investasi. Asuransi ada dalam
berbagai bentuk: asuransi kesehatan, jiwa, pendidikan, properti, dana pensiun,
kendaraan, dan sebagainya. Kini asuransi juga ada yang berbentuk investasi,
yang bisa diambil setelah jangka waktu tertentu. Bentuknya mirip dengan
menabung, jadi tidak akan rugi.
Berbagi Tak Akan Merugi
Secara logika, bila kita membagi
sesuatu kepada orang lain, maka barang milik kita akan berkurang. Hal itu tidak
berlaku secara hukum Tuhan. Kami percaya, berbagi tak akan merugi. Justru akan
menambah pundi-pundi perbendaharaan. Insya Allah, zakat, infak, dan sedekah
selalu ditunaikan. Suami sudah otomatis memotong gajinya tiap bulan untuk
zakat.
Kami percaya pada ayat Allah Swt,
bahwa di dalam harta kita ada bagian orang lain (fakir miskin dan orang
terlantar). Allah Swt akan mengganti harta yang kita sedekahkan berkali lipat
lebih banyak. Kami sudah berkali-kali membuktikan, setiap selesai berzakat atau
bersedekah, Allah Swt segera memberikan gantinya berkali-kali lipat lebih
banyak.
Kalaupun tidak diganti dalam
bentuk harta lagi, pasti diganti dalam bentuk yang lain, misalnya: kesehatan
dan keamanan. Boleh jadi kita ditakdirkan mengalami kecelakaan, tapi tidak
terjadi karena kita baru saja berzakat. Itu juga termasuk rejeki. Kami percaya
itu. Budi baik akan mendapatkan hasil yang baik.
Uang Memang Penting, tapi Bukan Segalanya
Bijak mengelola keuangan juga
berarti menempatkan uang sesuai porsinya. Uang memang penting, karena dengan
uang kita bisa melakukan transaksi pembayaran. Tapi, uang bukan segalanya dan
jangan pertaruhkan kebahagiaan hidup kita hanya untuk uang. Mencari uang memang
diwajibkan untuk menopang hidup, tapi jangan sampai mempertaruhkan kebahagiaan
keluarga dengan bekerja berlebihan sampai tidak punya waktu untuk keluarga.
Bekerja terlalu keras (untuk
mencari uang) juga akan mengorbankan kesehatan, padahal kita tahu bahwa
kesehatan sangat penting. Untuk apa mendapatkan uang banyak tapi kemudian jatuh
sakit? Selain itu, sebagai orang beragama, kita juga memiliki kewajiban untuk
beribadah kepada Tuhan. Jangan sampai tidak ada waktu untuk beribadah gara-gara
terlalu sibuk mencari uang. Ibadah bukan hanya pelaksanaan kewajiban kepada
Tuhan, tapi juga bermanfaat untuk keseimbangan psikis dan ruhani. Kesehatan
ruhani juga penting, bukan?
Yuk, kita bijak mengelola
keuangan rumah tangga dengan melek finansial, agar kesejahteraan keluarga terjamin.
Sumber Referensi:
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/keluarga/tips/5.tips.mengelola.uang/001/005/334/1/1
http://keluarga.com/bijaksana-dalam-mengelola-keuangan-adalah-cara-tercepat-untuk-menjadi-kaya
Yayyy, lengkap kap kap...! Semoga berjaya ya mak. Aku masih draft aja nih. Blum posting, hihihi.
ReplyDeletesaya juga beli pakean gak mesti setahun sekali hehe. pokoknya kalo masih bagus dipake aja
ReplyDeleteyuk...yuk mulai bijak mengelola keuangan rumah tangga, eh maksudnya aku mbak hehehe,
ReplyDeleteSaya setuju sekali dengan point yang ke2 yaitu investasi. Investasi sangat menguntungkan dan memberikan jaminan hidup di masa depan.
ReplyDeletepojokinvestasi.com
Iya saya setuju investasi penting banget untuk bekal masa depan
ReplyDelete