Wednesday, 17 September 2014

Bijak Mengelola Keuangan Rumah Tangga untuk Masa Depan yang Lebih Baik



Bijak mengelola keuangan rumah tangga adalah salah satu kunci untuk menggapai keluarga sejahtera, mapan, dan berkecukupan.



Setiap keluarga pasti menginginkan kehidupan yang mapan, sejahtera, dan berkecukupan, untuk hari ini dan seterusnya.  Begitu juga dengan rumah tangga kami. Saya, sebagai seorang istri dan ibu dari tiga orang anak, memiliki tanggung jawab yang sama besarnya dengan suami saya, dalam mengelola keuangan rumah tangga, walaupun pendapatan terbesar berasal dari penghasilan suami.

Melek finansial adalah bekal utama untuk bisa mengelola keuangan rumah tangga dengan bijak. Melek finansial, artinya memiliki pengetahuan dalam mengatur keuangan keluarga agar penghasilan yang diperoleh tidak habis dalam sekejap, melainkan bisa digunakan untuk menopang kehidupan di masa depan. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan. Karena itu, rencanakanlah hidup kita dengan sebaik-baiknya.

Bijak mengelola keuangan rumah tangga, bagi kami berarti:

Irit Bukan Pelit, Sederhana Bukan Tak Kaya
Jika mengingat kenangan tahun pertama berumahtangga, ada satu kejadian yang sulit dilupakan, yaitu saat suami meminta agar saya selalu mencatat pengeluaran rumah tangga hingga sekecil-kecilnya. Ternyata suami saya tipe orang yang perhitungan, apalagi untuk masalah uang. Dia sangat berhati-hati menggunakan uang. Bulan pertama, saya masih menuruti permintaan suami. Bulan berikutnya, saya mulai protes. Sulit sekali mencatat semua pengeluaran dengan teratur, terlebih kalau hanya untuk membeli hal-hal kecil.

Akhirnya,  pengeluaran saya memang selalu “Besar Pasak daripada Tiang.” Untuk urusan keuangan, suami mengambil alih sebagian besar pendapatannya, karena pemasukan utama berasal dari gajinya. Saya hanya diberikan kesempatan memegang uang untuk belanja sehari-hari dan biaya sekolah anak-anak. Bagi saya, itu sangat memudahkan. Saya tak perlu pusing membayar listrik, cicilan rumah, cicilan kendaraan, dan sebagainya. Kekurangannya, memang saya jadi tidak bisa seenaknya membelanjakan uang suami untuk keperluan pribadi. Akan tetapi, hasilnya sangat menguntungkan karena suami sangat cermat menggunakan uangnya. Dia sangat bijak mengelola keuangan rumah tangga.

Berikut ini pos-pos pengeluaran dari pendapatan suami:

1. Konsumsi

Pengeluaran untuk konsumsi biasanya mengambil sebagian besar pendapatan rumah tangga.  Makan, biaya rumah tangga, jajan, jalan-jalan, dan sebagainya. Untuk urusan makan, kami relatif hemat. Suami melarang membuang-buang makanan. Kalau bisa, makanan yang tidak habis, kemudian didaur ulang. Wah, bagaimana caranya? Setelah hampir delapan tahun berumahtangga, saya jadi bisa mendaurulang makanan yang tidak habis, lho. Nasi sisa kemarin dijadikan nasi goreng? Itu sudah biasa. Kadang juga saya jadikan bubur. Bila menyiangi udang, cangkangnya tidak dibuang, tapi dicampur dengan tepung dan digoreng jadi bakwan “cangkang” udang. Ada pisang yang tak termakan, bisa dibikin kue (cake). Bubur kacang hijau yang tidak habis, tinggal dimasukkan ke dalam plastik dan dijadikan es. Pokoknya, dilarang membuang-buang makanan kecuali kalau sudah basi. Makanan harus dihabiskan.

Untuk makanan sehari-hari, saya masak sendiri. Bekal untuk anak sekolah juga dari rumah. Ada pengalaman seorang teman yang malas masak sehingga selalu beli makan di luar. Jatuhnya sudah tentu mahal, dan dia jadi susah menabung karena  uangnya hanya habis untuk makanan. Pengeluaran rumah tangga lainnya, juga dihemat. Susu anak-anak, bagi kami tak ada bedanya antara merk A dan B. Jadi, kami beli yang terjangkau oleh kantong. Tidak perlu ikutan gengsi, memberikan susu anak yang harganya selangit hanya agar kelihatan seperti orang kaya. Yang penting, anak-anak minum susu. Begitu juga dengan produk-produk perawatan tubuh dan perlengkapan kebersihan rumah tangga. Saya sangat selektif membandingkan harga satu produk dengan produk lainnya. Tidak harus beli yang harganya paling murah, tapi mencari yang harganya murah dan kualitasnya bagus. Kalau selalu beli yang murah, kadang-kadang malah kualitasnya jelek dan merugikan.

Hemat dalam memakai listrik? Harus itu! Kami tidak memakai AC, karena daya listriknya tidak cukup. Tidak masalah, toh masih bisa tidur nyenyak. Kami hanya membeli gadget baru, kalau yang lama sudah rusak dan tidak bisa dibetulkan lagi. Selagi masih bisa dibetulkan, ya kami betulkan. Kami tidak mengikuti gaya hidup gonta-ganti gadget, karena kebutuhan lain masih banyak. Bagaimana dengan pakaian (fashion) dan aksesoris? Setidaknya kami membeli pakaian setahun sekali, paling banyak ya enam bulan sekali. Irit atau pelit? Hemat, dong….

Bisa dibilang, kami keluarga yang irit tapi bukan berarti pelit. Kami hidup sederhana, tapi bukan berarti tidak kaya.  Kenyataannya, hidup hemat dan sederhana ala kami berhasil mengendalikan kebocoran anggaran keluarga untuk hal-hal yang tidak penting dan mubajir.

2. Investasi

Pengeluaran untuk investasi ini justru lebih besar daripada konsumsi. Suami sangat memperhatikan investasi, karena dia ingin masa depan kami kelak terjamin. Yang penting kami sudah berencana dan mempersiapkannya dengan baik. Pertama, rumah. Rumah ini bisa menjadi barang konsumsi, sekaligus investasi. Suami sudah membeli rumah sejak sebelum menikah. Rupanya dia sudah memprioritaskan urusan tempat tinggal ini. Tidak apa-apa tak  punya barang, yang penting punya rumah. Tempat tinggal itu memang penting. Jadi, saya bersyukur tidak pernah menjadi kontraktor, alias pengontrak rumah, karena langsung menempati rumah sendiri setelah menikah. Kalau dipikir-pikir, biaya mengontrak rumah di daerah Depok saja sudah di atas 10 juta/ tahun. Sayang sekali jika setiap tahun kami mengeluarkan uang untuk mengontrak rumah, yang sejatinya bisa dipakai untuk mencicil pembelian rumah.

Rumah kan mahal? Maka dari itu, kami membeli rumah yang lokasinya jauh dari kota. Malah lebih bagus, jauh dari mal jadi tak perlu boros berbelanja. Walaupun jauh, rumah kami dekat dengan stasiun kereta. Nah, itu saja yang penting. Suami bisa ke kantor naik kereta. Irit, bukan? Saat itu, harga rumah kami hanya Rp 40 juta, yang dicicil selama 5 tahun. Kini kami sudah menempatinya selama 8 tahun, itu berarti cicilannya sudah lunas. Rumah itu juga sudah direnovasi, dan biaya renovasinya juga dicicil dari Bank. Tahun depan juga lunas. Sebentar lagi, kami punya rumah yang bebas cicilan.

Sekarang, lokasi rumah kami sudah ramai. Harga properti di daerah tempat tinggal kami juga sudah mengalami kenaikan yang tinggi. Apalagi, akan dibangun jalan tol! Iya, artinya, sebentar lagi tempat tinggal kami juga bisa disebut kota. Ternyata, kami hanya perlu bersabar sesaat saja, tinggal di rumah yang jauh dari kota. Toh, dalam hitungan tahun, tempat tinggal kami juga sudah bisa disebut “kota.” Perkembangan properti sangat pesat. Jangan khawatir membeli rumah yang jauh dari kota, karena kita hanya menunggu sebentar saja kok sampai lokasi tempat tinggal kita berkembang. Banyak keluarga baru, yang mempersoalkan urusan rumah ini. Maunya langsung tinggal di kota, semua fasilitas tersedia, tapi tak ada dana untuk membeli rumah. Akhirnya, setiap tahun menjadi pengontrak rumah. Entah kapan punya rumahnya karena harga rumah semakin hari semakin mahal.

Kedua, kendaraan (mobil). Ada yang bilang, mobil bukan investasi, tapi bagi kami, mobil bisa menjadi barang investasi. Mobil pribadi sebenarnya tidak terlalu penting, karena suami sehari-hari ke kantor naik kereta. Hemat bensin, hemat waktu, dan tidak membuat jalanan semakin macet. Lalu, mengapa kami membeli mobil? Mobil itu kami gunakan untuk pulang kampung atau acara keluarga, dan untuk investasi. Ya, barangkali kelak butuh uang, mobil bisa dijual lagi atau disewakan. Memang nilainya akan berkurang karena mengalami penyusutan. Ada seorang teman yang jadi senang jual beli mobil, gara-gara dia senang membeli mobil, lalu mobilnya direntalkan. Itu yang saya maksud, mobil untuk investasi. 

Ketiga, perlindungan keluarga dalam bentuk asuransi. Sekarang ini asuransi tak lagi hanya berbentuk proteksi tapi juga investasi. Asuransi ada dalam berbagai bentuk: asuransi kesehatan, jiwa, pendidikan, properti, dana pensiun, kendaraan, dan sebagainya. Kini asuransi juga ada yang berbentuk investasi, yang bisa diambil setelah jangka waktu tertentu. Bentuknya mirip dengan menabung, jadi tidak akan rugi. 

Berbagi Tak Akan Merugi
Secara logika, bila kita membagi sesuatu kepada orang lain, maka barang milik kita akan berkurang. Hal itu tidak berlaku secara hukum Tuhan. Kami percaya, berbagi tak akan merugi. Justru akan menambah pundi-pundi perbendaharaan. Insya Allah, zakat, infak, dan sedekah selalu ditunaikan. Suami sudah otomatis memotong gajinya tiap bulan untuk zakat.

Kami percaya pada ayat Allah Swt, bahwa di dalam harta kita ada bagian orang lain (fakir miskin dan orang terlantar). Allah Swt akan mengganti harta yang kita sedekahkan berkali lipat lebih banyak. Kami sudah berkali-kali membuktikan, setiap selesai berzakat atau bersedekah, Allah Swt segera memberikan gantinya berkali-kali lipat lebih banyak.

Kalaupun tidak diganti dalam bentuk harta lagi, pasti diganti dalam bentuk yang lain, misalnya: kesehatan dan keamanan. Boleh jadi kita ditakdirkan mengalami kecelakaan, tapi tidak terjadi karena kita baru saja berzakat. Itu juga termasuk rejeki. Kami percaya itu. Budi baik akan mendapatkan hasil yang baik.

Uang Memang Penting, tapi Bukan Segalanya
Bijak mengelola keuangan juga berarti menempatkan uang sesuai porsinya. Uang memang penting, karena dengan uang kita bisa melakukan transaksi pembayaran. Tapi, uang bukan segalanya dan jangan pertaruhkan kebahagiaan hidup kita hanya untuk uang. Mencari uang memang diwajibkan untuk menopang hidup, tapi jangan sampai mempertaruhkan kebahagiaan keluarga dengan bekerja berlebihan sampai tidak punya waktu untuk keluarga.

Bekerja terlalu keras (untuk mencari uang) juga akan mengorbankan kesehatan, padahal kita tahu bahwa kesehatan sangat penting. Untuk apa mendapatkan uang banyak tapi kemudian jatuh sakit? Selain itu, sebagai orang beragama, kita juga memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Tuhan. Jangan sampai tidak ada waktu untuk beribadah gara-gara terlalu sibuk mencari uang. Ibadah bukan hanya pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan, tapi juga bermanfaat untuk keseimbangan psikis dan ruhani. Kesehatan ruhani juga penting, bukan?

Yuk, kita bijak mengelola keuangan rumah tangga dengan melek finansial, agar kesejahteraan keluarga terjamin.

Sumber Referensi:
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/keluarga/tips/5.tips.mengelola.uang/001/005/334/1/1
http://keluarga.com/bijaksana-dalam-mengelola-keuangan-adalah-cara-tercepat-untuk-menjadi-kaya










5 comments:

  1. Yayyy, lengkap kap kap...! Semoga berjaya ya mak. Aku masih draft aja nih. Blum posting, hihihi.

    ReplyDelete
  2. saya juga beli pakean gak mesti setahun sekali hehe. pokoknya kalo masih bagus dipake aja

    ReplyDelete
  3. yuk...yuk mulai bijak mengelola keuangan rumah tangga, eh maksudnya aku mbak hehehe,

    ReplyDelete
  4. Saya setuju sekali dengan point yang ke2 yaitu investasi. Investasi sangat menguntungkan dan memberikan jaminan hidup di masa depan.
    pojokinvestasi.com

    ReplyDelete
  5. Iya saya setuju investasi penting banget untuk bekal masa depan

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^