Ini tulisan
kedua saya tentang penyakit tuberculosis setelah tulisan yang berjudul “Mr.
Clean itu Ternyata Pasien Tuberkulosis.” Kenapa saya begitu tertarik membahas
penyakit TB? Itu karena kemarin saya baru saja mendapatkan cerita dari seorang
teman yang adik iparnya divonis terkena penyakit TB Usus! Padahal, adik iparnya
itu baru tiga tahun menikah dan belum punya anak. Menurut dokternya, istrinya
(si pasien tuberculosis) belum boleh berhubungan suami istri dulu sampai
setahun karena masih dalam proses penyembuhan. Tentunya ini ujian berat bagi
sepasang suami istri yang baru menikah selama tiga tahun, masih
hangat-hangatnya, serta belum mempunyai anak.
Penampilan
istrinya memang seperti penderita tuberculosis pada umumnya: kurus, sering
batuk berdahak bahkan sampai mengeluarkan darah, napas sesak mirip penderita
asma, dan dada sering sakit. Ternyata penyakit tuberculosis itu tak hanya
menyerang paru-paru, tapi organ vital lainnya seperti usus. Sudah tentu,
istrinya harus berobat terus-menerus sampai sembuh. Pasien TB memang tidak boleh lepas berobat karena bisa mengakibatkan
resistensi (kekebalan) terhadap obat. Jadi, kalau pasien TB itu tidak
menuntaskan pengobatannya, penyakitnya bakal kebal dan pastinya susah lagi
untuk diobati.
Penyakit
tuberculosis bukan hanya menular dan berbahaya, tapi juga membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk mengobatinya. Kalau kita sariawan atau flu, paling-paling
seminggu juga sembuh. Tuberkulosis bisa sampai
berbulan-bulan baru sembuh total, lho! Kebayang kan gimana menderitanya
pasien TB? Tidak heran kalau banyak pasien TB yang berobat setengah-setengah.
Belum sembuh benar, tapi sudah berhenti berobat. Baru berobat lagi kalau
penyakitnya sedang kambuh. Apa sih yang membuat mereka tidak menuntaskan
pengobatan?
Pertama,
lamanya waktu pengobatan. Bayangkan, kita harus rutin meminum obat sampai berbulan-bulan,
ya sampai penyakitnya itu sembuh (selama 6 bulan). Saya saja paling malas minum
obat. Kalau sakit, paling-paling hanya tahan dua hari minum obat. Besoknya
sudah bolong-bolong. Apalagi pasien tuberculosis yang harus minum obat sampai
berbulan-bulan. Pasti bosan dan malas.
Kedua, tidak
adanya atau berkurangnya dukungan keluarga. Yang namanya sakit itu, bukan hanya
pasien yang menderita, keluarga pasien juga terkena imbasnya. Orang sakit itu
biasanya tensinya tinggi. Suka marah-marah, sensitif, mudah bersedih, dan mudah
tersinggung. Dia bukan hanya menderita karena
penyakitnya, tapi juga karena terlalu memikirkan perasaan orang lain
terhadapnya. Dia merasa orang-orang menjauhinya karena penyakitnya itu. Kalau
keluarganya tidak sabar dan menunjukkan rasa tidak suka terhadap si pasien,
bisa-bisa si pasien kehilangan harapan untuk sembuh dan tidak mau lagi
meneruskan pengobatan. Mungkin dia pikir, “lebih baik saya mati, deh.” Memang sulit ya mendampingi orang sakit,
apalagi kalau sakitnya sampai berbulan-bulan dan orang yang sakitnya itu sangat
temperamental. Bagaimanapun, sebagai keluarga, kita harus memberikan dukungan
dan keyakinan terus-menerus bahwa penyakitnya pasti sembuh. Sebab, penyakit
tuberculosis memang bisa disembuhkan, kok.
Ketiga, biaya
berobat yang mahal. Yang namanya sakit, tentu harus minum obat. Begitu juga
dengan penyakit tuberculosis ini. Ironisnya, kebanyakan pasien TB itu dari
keluarga miskin dan menengah ke bawah. Buktinya, penyakit TB ini lebih banyak
menyerang penduduk di negara berkembang dan dunia ketiga, yang memiliki
kepadatan penduduk sangat tinggi, gizi buruk, pencemaran udara dan polusi yang
tinggi, dan pendapatan per kapita rendah. Tak heran bila penyakit TB dikaitkan
dengan kemiskinan. Beberapa orang yang memiliki berisiko tinggi terkena TB,
adalah: penderita HIV/ AIDS karena kekebalannya lemah, perokok, peminum alkohol,
penyuntik narkoba, orang-orang miskin yang tidak mendapatkan pelayanan
kesehatan memadai, suku minoritas di pedalaman, perokok, orang yang sering berinteraksi
dengan penderita TB, dan petugas kesehatan yang tertular pasiennya. Pengobatan
yang lama dan finansial yang tidak mendukung menyebabkan pasien TB tidak
konsisten melanjutkan pengobatannya.
PADAHAL,
Obat TB itu
gratis!
Obat TB dapat
diperoleh secara cuma-cuma di Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah. Bersyukurlah,
pemerintah kita sangat peduli terhadap penyebaran penyakit TB yang membahayakan
ini. Sejak tahun 1994, Indonesia telah mengadopsi sistem DOTS (Directly
Observed Treatment Short Course). Di tahun 2012 ini, seluruh provinsi di
Indonesia telah juga mengadopsi sistem DOTS yang diikuti oleh 95% Puskesmas dan
30% rumah sakit. Untuk mendukung strategi ini, disediakan paket Obat Anti
Tuberkulosis gratis sesuai dengan Surat Keputusan No. 1190/Menkes/SK/2004
tentang Pemberian Gratis Obat Anti TB dan Obat Anti Retroviral (ARV) untuk HIV
dan AIDS.
Nah, jadi
jangan khawatir. Para penderita tuberculosis dapat memperoleh obat gratis dari
hampir 95% Puskesmas dan 30% Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Indonesia.
Ingat ya,
pasien harus berobat secara teratur dan rutin selama 6 bulan! Tidak boleh
terputus, karena bisa menyebabkan resistensi obat. Obat TB yang diberikan kepada
pasien ini berupa tablet kombinasi atau paket fix dose combination (FDC) yang
berisi kombinasi obat INH, Rimfapisin, Pirazinamid, dan Entambutol. Semua obat
itu harus diminum secara teratur selama 6 bulan dan tidak boleh dilewatkan
sehari pun!
Selain
pengobatan secara kimia, pasien TB juga hendaknya melakukan gaya hidup sehat,
sebagai berikut:
- Tidak merokok, minum alkohol (minuman keras), dan memakai narkoba.
- Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi untuk menjaga asupan nutrisi dan meningkatkan kekebalan tubuh sehingga mengurangi risiko terkena TB.
- Menjaga kebersihan tempat tinggal. Rumah yang ditempati juga harus memiliki sirkulasi udara yang baik, serta mendapat asupan cahaya matahari yang cukup. Kuman Mycobacterium Tuberculosis akan mati bila terpapar cahaya matahari. Dengan demikian, penting juga jika pasien TB sering berjemur di bawah cahaya matahari pagi.
- Berpikir positif, untuk mengurangi tekanan psikologis yang muncul karena menderita penyakit TB. Penyakit TB akan memburuk jika pasien mengalami tekanan psikis atau stress yang berlebihan.
- Tidak melakukan aktivitas fisik yang berat dulu sebelum penyakitnya benar-benar sembuh.
- Jika kita bertemu dengan orang terduga menderita penyakit TB, segera ajak ke Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah. Beritahukan bahwa obat TB itu gratis, jadi jangan khawatir. Penyakit TB bisa disembuhkan bila pasien berobat secara teratur selama 6 bulan, dan jangan lupa… OBAT TB ITU GRATIS!
Referensi:
www.tbindonesia.or.id
www.depkes.go.id
membantu masyarakat ya mbak dengan adanya obat TB gratis, semoga makin banyak yang diobati TB bisa hilang dan tidak menulari orang lain lagi
ReplyDeleteAmiin.. iya, Mak Lidya. Obat gratis memang sangat membantu.
Deletesemoga info obat tb gratis sampai ke daerah terpencil ya mak...
ReplyDeleteAamiin... semoga aja ya, mak Rina.
DeleteAlhamdulillah ya Mak, obat TB bisa gratis. Semoga bisa mengobati semua pasien TB di mana pun mereka berada...
ReplyDeleteAamiin
Delete