Keluarga kami berfoto di salah satu bagian dalam rumah |
Surga dunia itu bernama rumah,
sebuah tempat untuk kembali dari beraktivitas. Suamiku membelikan rumah itu
sejak kami baru menikah. Tak akan pernah kulupakan suka duka membangun rumah
itu dari semula berukuran tipe 21, hingga sekarang menjadi ukuran tipe 72. Kami
membangunnya secara bertahap, jika
sedang ada rezeki. Entah sudah berapa kali kami menyicil untuk membangun rumah
impian. Merombak besar-besaran, dan menghiasinya dengan penyejuk mata. Setelah
tujuh tahun berjuang membangun rumah, kini kami sedang membuat kolam ikan kecil
di depannya.
Tujuh tahun lalu, jika ingin
menuruti kehendak hati, tentu akan lebih baik jika aku tetap tinggal di rumah
orang tuaku yang lebih nyaman dan lengkap fasilitasnya. Akan tetapi, dengan
kesadaran penuh sebagai seorang istri dari seorang lelaki yang baru satu bulan
menikahiku, aku memilih untuk ikut tinggal bersama suamiku di rumahnya yang
kecil dan jauh dari mewah. Suamiku baru bisa menambah tembok di belakang rumah,
agar tidak ada binatang buas seperti ular dan kalajengking yang masuk ke dalam
rumah, mengingat rumah-rumah di sebelah kanan dan kiri masih belum berpenghuni,
dan halamannya ditumbuhi rumput dan tanaman liar.
Rumah masa kini dan masa depan kami masih dalam pengerjaan |
Rumah kecil kami sungguh jauh
dari layak. Temboknya belum diplester, sehingga ditempati semut-semut hitam dan
besar. Mereka bersarang di tembok batako itu. Kamar mandi sudah bobrok, atapnya
sudah jebol. Laba-laba berukuran besar pernah bergantung di atapnya, membuatku
tak ingin masuk ke kamar mandi meskipun sudah tak tahan. Kelabang dan
kalajengking beberapa kali menampakkan diri. Dengan kata lain, nyaris setahun
kami tinggal bersama dengan binatang-binatang yang membahayakan.
Kemudian, menjelang kelahiran
anak pertama, suamiku mendapatkan rezeki lagi berupa bonus tahunan dan kenaikan
gaji. Ia segera merenovasi lagi rumah kami dengan membangun tanah di bagian
belakang menjadi dapur dan satu kamar yang lebih layak daripada kamar utama. Selanjutnya,
kami tidur di kamar tambahan itu, tapi rumah utama masih berdiri. Tahun
berikutnya, saat lahir anak kedua, suami berhasil mendapatkan pinjaman dari
Bank untuk kembali merenovasi rumah. Akhirnya, rumah utama dirobohkan dan
dibangun dengan yang baru, yang lebih kokoh dan kuat.
Suami benar-benar selektif dalam
memilih bahan bangunan. Baginya, membangun rumah itu cukup sekali. Jangan
sampai ke depannya nanti, rumah itu dihancurkan lagi dan dibangun yang lebih
bagus lagi. Atau, terpaksa dibangun lagi karena bangunannya sudah tidak kuat. Jadi, suami sudah merancang desainnya dengan
sebaik-baiknya, dan tentu saja memilih bahan bangunan yang berkualitas, dari
mulai pasir, batu bata, keramik, semen, dan lain sebagainya. Contohnya, batu
bata. Dari pihak pengembang, rumah kami dibangun dengan menggunakan batako
tanpa pondasi yang kuat. Tak heran, saat dirobohkan, tenaga manusia pun bisa
melakukannya. Tinggal ditendang, roboh. Bayangkan bila ada gempa bumi atau
angin puyuh, bisa-bisa rumah kami langsung roboh sekali terjang.
Suami menganti batako dengan batu
bata merah. Aku yang menjadi saksi pemilihan bahan-bahan bangunan itu, kadang kesal
sendiri karena suami bisa berputar-putar lama sekali di toko bahan bangunan
demi mencari bahan bangunan yang baik, kuat, dan berkualitas. Saat membeli
keramik, suami memilih keramik yang harganya cukup mahal, kuat, tidak mudah
rompal, dan modelnya tidak pasaran. Akibatnya, kami kesulitan saat ingin
meneruskan proses pengeramikan, ternyata keramiknya sudah tidak diproduksi
sehingga kami harus mencari model yang menyerupai.
Pengerjaan Kolam |
Begitu juga dengan mencari
perekat bahan bangunan rumah. Sejak pertama kali membangun, suami hanya memakai semen tiga roda. Mengapa
suami setia dengan semen tiga roda sebagai salah satu material bahan bangunan?
Produk-Produk Semen Tiga Roda sebagai Bahan Bangunan masa kini dan masa depan |
Hasil pengecoran tembok menjadi
lebih kuat, apalagi untuk tembok beton, fondasi, dan atap. Ada dua atap kamar
yang dibeton, yaitu kamar belakang dan kamar mandi. Hal ini dikarenakan Semen Tiga Roda memiliki berbagai jenis produksi yang sesuai dengan kondisi bangunan,
di antaranya: Portland Composite Cement (PCC) yang bisa digunakan untuk
bangunan pada umumnya, Ordinary Portland Cement (OPC) jenis 1 untuk semua pengaplikasian
beton tanpa syarat khusus, OPC jenis 2 digunakan di daerah yang mengandung
kadar sulfat sedang, OPC jenis 5 untuk daerah yang mengandung kadar sulfat
tinggi, Oil Well Cement untuk penyekat pada pengeboran sumur minyak, dan White
Cement yang bermutu tinggi dan satu-satunya yang diproduksi di Indonesia,
khusus untuk pekerjaan-pekerjaan artistektur serta struktur dekoratif.
Hasil acian tembok juga lebih halus
dan tidak mudah retak. Produk acian yang terbaru adalah Acian Putih TR30 yang
menghasilkan permukaan acian lebih halus, mengurangi retak dan terkelupasnya
acian karena sifat plastis dengan daya rekat tinggi, cepat dan mudah dalam
pengerjaan, hemat dalam pengerjaan, dan dapat digunakan pada permukaan beton
dengan ditambahkan lem putih.
Semen tiga roda diproduksi dengan
mengikuti Standar Nasional Indonesia, Standar Amerika, dan Standar Eropa, serta
merupakan bahan material bangunan rumah yang ramah lingkungan.
Untuk rumah masa kini dan masa
depan, semen tiga roda adalah perekat bahan bangunan yang tepat, karena
menghasilkan bangunan yang kokoh, tembok yang halus, dan ramah lingkungan.
Thankyou for the information. To chooce the good material for build a new home is must. Because the house is using for human living till end of time. Get help for a new house with the architect. biesterbosgroep.nl
ReplyDelete