Monday, 16 December 2013

Manasik Haji si Kakak

Latihan dulu pakai baju ihram

Setelah ibadah kurban, bulan berikutnya (November), Ismail mengikuti persiapan manasik haji di sekolahnya.  Rencananya tanggal 4 Desember, manasik haji dilaksanakan di Pondok Gede, Jakarta. Duh, mamahnya ini yang ribet kalau ikut manasik bawa tiga anak kecil-kecil. Mana jauh. Alhamdulillah setelah negosiasi alot, memakan waktu berhari-hari, si Ayah mau juga cuti untuk mengantarkan Ismail ke Pondok Gede, yeay!


Tadinya, suami saya memang tidak mau mengantarkan Ismail. “Masa cuti kantor alasannya mau nganter anak ikut manasik? Memang apa perlunya ikut manasik? Ayahnya aja belum pernah ikut manasik.” Hahaha… ya habis apa lagi, dong? Kan dia punya jatah cuti, mau alasan apa pun boleh aja dong. Saya sudah berpikir berbagai alternative. Menitipkan dua anak yang lain, membawa semua anak dengan persiapan maksimal, atau menitipkan Ismail ke gurunya? Alternatif terakhir itu pun saya ambil, walau setiap hari saya memikirkan bagaimana nanti Ismail kalau dititipkan ke gurunya? Saya bilang ke suami, “Apa gurunya nanti merhatiin Ismail? Dia juga pasti bawa anak-anaknya deh kayak waktu renang dulu itu. Kasian nanti Ismail mau makan, mau pipis, gak tau mau ngomong sama siapa….” Mungkin karena itulah akhirnya suami pun mau cuti untuk mengantarkan Ismail hehehe…..

Latihan persiapan manasik haji di sekolah
Saya dan suami memang mulanya merasa bahwa manasik haji itu tidak perlu, wong kami saja belum pernah ikutan sebagai produk zaman dulu. Apalagi saya tidak masuk TK (alias, langsung SD). Mana kenal dengan manasik-manasikan? Suami yang masuk TK pun dulu belum ada kegiatan manasik haji. Kalau kata ibu-ibu lain, memang manasik haji ini hanya ada di TK Islam. Kebetulan, TK anak saya memang TK Islam. Program manasik haji ini sudah masuk kurikulum Depag.

Ternyata memang ada pendidikan agama yang diberikan di dalam kegiatan manasik haji ini. Setidaknya sekarang saya jadi tahu berapa batu yang digunakan untuk melempar jumrah. Jadi  ceritanya, saya diminta membuat 21 batu dari kertas yang dilapisi selotip hitam. Kalau pakai batu benenan kan gak mungkin, nanti bisa mengenai anak-anak lain. Semula saya lupa berapa ya batunya? Lalu, saya tanya-tanya ke orang-orang, termasuk seorang teman yang sedang belajar di Arab Saudi. Katanya sih dikalikan tiga, kalau sehari melempar tujuh batu, berarti tiga hari melempar dua puluh satu batu. Oke, deh…..

Ismail juga menyanyi lagu anak-anak tentang sejarah ibadah haji. Bermula dari Ibunda Hajar yang dibuang ke Makkah dengan membawa Ismail. Saat sedang mencari air, dari bawah kaki Ismail muncul percikan zam-zam. Dan begitulah, selanjutnya hanya Ismail (anak saya) yang mengetahui pelajaran apa saja  yang didapatkan dari manasik haji, karena saya tidak ikut dan ayahnya juga tidak boleh masuk ke ruangan manasik. Jadi, ayahnya hanya mengantar ke tempat manasik, lalu anak-anak dibimbing oleh guru-gurunya. Kalau orang tua masuk semua, penuh kali ya ruangannya.

Lalu, kapan giliran ayah dan ibunya yang ikut manasik? Doakan saja ya, semoga kami segera mendapatkan panggilan Allah untuk berpijak di tanah suci-Nya. Aamiin…. 

2 comments:

  1. asyiiik manasik Haji
    Dija juga udah pernah ikutan manasik haji di sekolah
    Dija masuk kloter dari inggris, hehehhee

    ReplyDelete
  2. senengnyaaa....saya dulu panitia mbk hehe,seru kalo sama anak2 ^^

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^