Latihan dulu pakai baju ihram |
Setelah ibadah kurban, bulan
berikutnya (November), Ismail mengikuti persiapan manasik haji di sekolahnya. Rencananya tanggal 4 Desember, manasik haji
dilaksanakan di Pondok Gede, Jakarta. Duh, mamahnya ini yang ribet kalau ikut
manasik bawa tiga anak kecil-kecil. Mana jauh. Alhamdulillah setelah negosiasi alot,
memakan waktu berhari-hari, si Ayah mau juga cuti untuk mengantarkan Ismail ke
Pondok Gede, yeay!
Tadinya, suami saya memang tidak
mau mengantarkan Ismail. “Masa cuti kantor alasannya mau nganter anak ikut
manasik? Memang apa perlunya ikut manasik? Ayahnya aja belum pernah ikut
manasik.” Hahaha… ya habis apa lagi, dong? Kan dia punya jatah cuti, mau alasan
apa pun boleh aja dong. Saya sudah berpikir berbagai alternative. Menitipkan
dua anak yang lain, membawa semua anak dengan persiapan maksimal, atau
menitipkan Ismail ke gurunya? Alternatif terakhir itu pun saya ambil, walau
setiap hari saya memikirkan bagaimana nanti Ismail kalau dititipkan ke gurunya?
Saya bilang ke suami, “Apa gurunya nanti merhatiin Ismail? Dia juga pasti bawa anak-anaknya
deh kayak waktu renang dulu itu. Kasian nanti Ismail mau makan, mau pipis, gak
tau mau ngomong sama siapa….” Mungkin karena itulah akhirnya suami pun mau cuti
untuk mengantarkan Ismail hehehe…..
Latihan persiapan manasik haji di sekolah |
Saya dan suami memang mulanya
merasa bahwa manasik haji itu tidak perlu, wong kami saja belum pernah ikutan
sebagai produk zaman dulu. Apalagi saya tidak masuk TK (alias, langsung SD).
Mana kenal dengan manasik-manasikan? Suami yang masuk TK pun dulu belum ada
kegiatan manasik haji. Kalau kata ibu-ibu lain, memang manasik haji ini hanya
ada di TK Islam. Kebetulan, TK anak saya memang TK Islam. Program manasik haji
ini sudah masuk kurikulum Depag.
Ternyata memang ada pendidikan
agama yang diberikan di dalam kegiatan manasik haji ini. Setidaknya sekarang
saya jadi tahu berapa batu yang digunakan untuk melempar jumrah. Jadi ceritanya, saya diminta membuat 21 batu dari
kertas yang dilapisi selotip hitam. Kalau pakai batu benenan kan gak mungkin,
nanti bisa mengenai anak-anak lain. Semula saya lupa berapa ya batunya? Lalu,
saya tanya-tanya ke orang-orang, termasuk seorang teman yang sedang belajar di
Arab Saudi. Katanya sih dikalikan tiga, kalau sehari melempar tujuh batu,
berarti tiga hari melempar dua puluh satu batu. Oke, deh…..
Ismail juga menyanyi lagu
anak-anak tentang sejarah ibadah haji. Bermula dari Ibunda Hajar yang dibuang
ke Makkah dengan membawa Ismail. Saat sedang mencari air, dari bawah kaki
Ismail muncul percikan zam-zam. Dan begitulah, selanjutnya hanya Ismail (anak
saya) yang mengetahui pelajaran apa saja
yang didapatkan dari manasik haji, karena saya tidak ikut dan ayahnya
juga tidak boleh masuk ke ruangan manasik. Jadi, ayahnya hanya mengantar ke
tempat manasik, lalu anak-anak dibimbing oleh guru-gurunya. Kalau orang tua
masuk semua, penuh kali ya ruangannya.
Lalu, kapan giliran ayah dan
ibunya yang ikut manasik? Doakan saja ya, semoga kami segera mendapatkan
panggilan Allah untuk berpijak di tanah suci-Nya. Aamiin….
asyiiik manasik Haji
ReplyDeleteDija juga udah pernah ikutan manasik haji di sekolah
Dija masuk kloter dari inggris, hehehhee
senengnyaaa....saya dulu panitia mbk hehe,seru kalo sama anak2 ^^
ReplyDelete