“Mamah dan Ayah jatuh cinta,
terus jadi keluar bayi…..”
Saya menoleh mendengar Ismail
bercerita seperti itu kepada neneknya. Maiiiil…. Ngapain juga ngomong gitu ke
Nenek??? Tadinya, Ismail (6 tahun), saya suruh telepon neneknya. Dari ngobrol-ngobrol
yang masih wajar, tiba-tiba saja dia ngomong begitu ke neneknya. Namanya juga
anak-anak, kalau ngomong suka
lompat-lompat. Tapi, kalau cerita “Mamah dan Ayah jatuh cinta, terus jadi
keluar bayi” itu rasanya… seperti bukan sesuatu yang bagus buat diomongin,
wkwkwkwk….
Eh, gimana itu kok Ismail bisa
tahu kalau dua orang yang jatuh cinta bisa keluar bayi? Gara-garanya dulu itu
pas saya hamil anak ketiga, Ismail suka tanya-tanya, gimana kok bisa ada bayi
di dalam perut saya? Kan saya memang ngasih tau ke Ismail dan Sidiq, kalau di
perut saya lagi ada bayi. Tapi saya gak ngasih tau lho kalo itu akibat “saling
cinta” ayah dan mamahnya. Sumpah! Mungkin Ismail tahu dari teve. Pernah juga dia
baca-baca buku kehamilan yang saya miliki, di dalamnya ada banyak gambar
tentang ibu hamil dan bayi.
Entahlah. Saya juga surprised.
(tiba-tiba blank….)
Saya teringat kisah cinta Ahmad
Dhani dan Maia yang berujung pada perceraian, di usia 10 tahun pernikahan. Lalu,
kini, anak ketiga mereka harus mengalami kecelakaan karena ngebut, bawa mobil
di bawah umur, nganterin pulang pacarnya pada dini hari. Potret anak broken home kah? Bukan maksud saya untuk
ikut menghakimi. Yang terpikirkan malah bagaimana perasaan Dhani dan Maia
ketika berada di dalam kamar perawatan Dul, bahu membahu mendampingi anak
mereka, buah cinta mereka? Tak adakah selintasan perasaan yang mungkin muncul
sebagai sisa cinta masa lalu?
Ah….
Apakah perasaan cinta itu bisa
begitu mudah datang dan pergi, meski telah hadir tiga buah cinta yang tampan?
Ketiga anak saya juga laki-laki, dan masih teringat proses pembuatan mereka,
tentunya berdasarkan cinta yang dalam #halah. Maia dan Dhani bercerai setelah
10 tahun menikah, dan di usia pernikahan yang kesepuluh juga, Mbak Uniek
Kaswarganti mengadakan giveaway untuk merayakan anniversary-nya. Sedangkan usia pernikahan saya dan suami baru mau
8 tahun. Masih unyu-unyu, bahkan belum masuk usia remaja.
Me and Hubby |
Namun, di usia pernikahan yang
nyaris 8 tahun itu, saya juga pernah merasakan perasaan asing kepada suami. Tentunya
pada saat bertengkar. Apa saja bisa menjadi pemicu pertengkaran. Bahkan saya
pernah membatin, “tumben nih gak berantem, kok kayak ada yang hilang kalau
damai melulu….” Hehehe… gak lama, ada sedikit masalah yang membuat kami
diam-diaman selama 3 hari. Hadoh! Kapok deh ngebatin begitu lagi. Enaknya damai
terus, karena kalau lagi ada masalah itu rasanya gak enak. Walaupun setelah
baikan, rasanya seperti baru mulai nikah.
Kalau saya tidak meminta maaf
duluan (walaupun dia yang salah), bisa dipastikan kami gak akan pernah baikan. Maka,
setiap bermasalah, saya harus menyediakan hati seluas samudera untuk
mendekatinya lebih dulu dan berpura-pura seakan-akan tidak ada masalah. Well, gak enak juga hidup serumah tanpa
bertegur sapa. Kalau berantem ya bisa gak tegur sapa berhari-hari, seperti orang
yang gak pernah kenal saja.
Mungkin begitu juga yang dirasakan oleh Dhani dan Maia ketika Maia
menggugat cerai dan kemudian Dhani mengabulkan. Mungkin tak ada lagi yang mau
menyediakan hati seluas samudera untuk meminta maaf dan memaafkan. Mungkin Maia
tak mau lagi menjadi pihak yang mengalah dan Dhani gengsi menunjukkan perasaan
cintanya. Atau mungkin mereka tak mampu lagi menangkap sinyal-sinyal perasaan
butuh dari pasangan masing-masing.
Sinyal itulah yang harus bisa
ditangkap. Walaupun suami saya tidak meminta maaf, saya tahu dia masih
menyediakan hatinya untuk saya tempati. Seperti ketika dia menunggui saya yang
terbaring di rumah sakit, atau ketika dia memberikan HP Android sebagai hadiah
tiba-tiba, dan yang paling gres, terakhir kali kami bertengkar, dia meletakkan
laptop baru di atas meja komputer sebagai hadiah untuk saya.
Tak ada kata yang terucap, tidak
pula ucapan maaf. Semua tindakannya itu saya tangkap sebagai caranya berbaikan.
Kami pun masih saling cinta, tapi untuk keluar bayi lagi, hohoho……
Dalam setiap perselisihan, saya
selalu mendapatkan pelajaran baru tentang suami saya. Bagaimana saya harus
bersikap ke depannya. Bahkan, kemarahan besar, acap kali terjadi karena suami
sedang naik kadar kolesterolnya. Itu yang membuat saya menyesal telah memancing
kemarahan. Pernah juga karena dia sedang sangat sibuk, lalu saya membanjirinya
dengan keluhan-keluhan. Menikah itu tidak mudah. Membutuhkan sikap yang matang
dan dewasa untuk bisa mengarungi bahteranya sampai akhir.
Menahan omongan: di awal
menikah, saya lebih sering ceplas-ceplos sehingga tampak seperti orang ngomel
saat menyampaikan sesuatu. Sekarang, saya berusaha ngomong dengan baik-baik dan
kalau gak penting banget untuk diomongin ya gak usah diomongin.
Mengatur omongan: cara
ngomong pun harus diatur supaya gak terkesan marah-marah. Maksudnya mau
menegur, sebisa mungkin (walaupun emosi), pakai gaya bercanda.
Memahami: sebelum ngomong,
lihat dulu kondisi pasangan, apakah lagi capek, pusing, banyak kerjaan. Paling
enak ngomong blak-blakan kalau pasangan lagi hepi, terbuka pikirannya, selesai
makan enak, hehehe…..
Mengintrospeksi: kalau
lagi santai, saya dan suami saling introspeksi diri. Suami suka nanya, “apa
yang saya inginkan dari dia?” Saya juga suka cerita kalo saya gak suka suami
ngomong bla bla bla…. Dari situ, kami saling memperbaiki diri.
Dan rupanya, suami saya juga
belajar untuk memperbaiki diri setiap kali ada perselisihan. Terakhir kali,
akhirnya dia meminta maaf. Yap, dia meminta maaf karena gak sempat juga
ngeposin paket-paket pesanan buku dari teman-teman setelah dua minggu menginap
di kantornya, hehehe…..
Alhamdulillah ya Allah, Kaukaruniakan aku seorang suami yang baik dan
bertanggungjawab. Masih panjang jalan yang harus kami lalui, maka tak henti ku
memohon agar Kau bimbing kami melalui jalan pernikahan ini.
Untuk suamiku, kuingin selalu menyebutmu "Cinta" agar anak-anak bisa terus bercerita tentang kita dengan bahagia.
Selau kagum sama tulisan mbak Leyla :)
ReplyDeleteAlhamdulillah, jadi ge-er sayah, mba :-D
DeleteSuit..suit..:)
ReplyDeleteAiiih Niaa :*
Deleteterharu bacanya....
ReplyDeletebarokumullah..... semoga samara senantiasa
aamiin, mba Sarah pasti punya banyak cerita romantis sama suaminya :D
Deleteahahahaaa...yg kulihat koq langsung yg ini ya : gak mau kalah sama mb Uniek :D I like your style bund ;)
ReplyDeleteterima kasih utk partisipasinya bunda Leyla, good luck ya...
ihihihi... iya dunk... gak mau kalah..
Deleteaamiin :D
Hahaha... jadi ngakak juga nih baca obrolan Ismail dg neneknya... :D
ReplyDeleteKok tiba2 dia ngomong spt itu, ya? Maksudku... sama neneknya sebelumnya ngobrol soal apa kok jadinya berbelok bahas itu?
Obrolan sebelumnya gak nyambung, tiba2 aja ganti tema :D
DeleteSedaappp... habis berantem dapat hadiah hehehe
ReplyDeleteMoga2 gak keseringan berantem hanya agar dapat hadiah ya? hahaha
BTW gudlak tuk kontesnya mbak :)
Hahaha.. iya sih :*
Deleteaamiin, makasih mba reni :D
Perasaan asing itu memang terasa kalo lagi ribut, sampai kapan pun :)
ReplyDeleteBtw moga menang ya mbak ...
so sweeetttt.....baarakallah mbk ^^
ReplyDeletesemoga bahagia selaluuuuu...mbaaa...sampai kakek nenek ...dan nular ke kita semuaaa...Mail jagoan juga yaaa, ceplas ceplos sekali :D...dan saya setuju dengan 4 tips...saya masih berjuang juga mba, menyesuaikan diri dan rajin-rajin ingat untuk lebih toleran dan put myself on his shoes...cheers et good luck yooo...
ReplyDeleteih trenyuh baca ini. jadi makin kangen ama suamiku tercintahhhh.... pengen nyusul ke nizwa. tapi jalan2 doang trus balik ke depok lagi. hehehe
ReplyDeletehuah abis berantem dkasih laptop.. so sweeeeett :D
ReplyDeleteAaa...manisnyaa :)
ReplyDeleteSemoga menang ya, Mbak ^_^