Monday, 4 March 2013

Sidiq, Sang Penjelajah dan Cara Mama Mengoptimalkan Kecerdasannya




Anakku, Sidiq, kini usianya sudah 4 tahun pada 31 Desember 2012 lalu. Masih teringat proses kelahirannya yang lancar dan mulus, hanya memakan waktu setengah jam dari mulai kontraksi yang kuat. Bidanku sudah menduga, kelahiran putra keduaku itu akan mudah karena jarak usianya yang hanya setahun dengan putra pertamaku. Jalan lahirnya masih lentur, kata Bu Bidan. Alhamdulillah, semua atas kehendak Allah SWT.


Berhubung rentang usianya yang hanya setahun dengan kakaknya (Ismail), aku jadi lebih mudah mengenali perbedaan-perbedaan di antara keduanya. Jika Ismail baru memanggilku “Mama” di usia 2 tahun, Sidiq sudah bisa memanggilku “Mama” di usia 9 bulan! Ya, Sidiqku memang cepat berbicara. Dia cepat menangkap dan meniru ucapan orang lain. Aku jadi harus sangat berhati-hati saat berbicara di dekatnya, karena bisa dengan cepat ditirunya.

Sidiqku sangat lincah, hingga aku sering kewalahan dibuatnya. Saat baru mulai berjalan di usia setahun, dia sudah mendapatkan luka di dahinya karena terjatuh dari atas tangga rumah tetanggaku. Aku memang sedang sangat kecapaian, sehingga lengah mengawasinya. Mengurus pekerjaan rumah tangga dan mengasuh dua bayi (Sidiq 1 tahun, Ismail 2 tahun) sendirian, benar-benar menguras energiku. Meskipun demikian, kuusahakan untuk memanfaatkan Golden Age keduanya.  Aku dan suamiku bahu membahu memberikan stimulasi dan nutrisi yang tepat untuk mengoptimalkan kecerdasan anak-anak kami.

Belajar dari Sang Kakak

Usia Ismail memang hanya terpaut setahun dengan Sidiq, tetapi putra sulungku telah mengajarkan banyak hal kepada adiknya. Sidiq sang peniru, juga meniru apa pun yang dilakukan Ismail. Di usia 2,5 tahun, Ismail sudah bisa menggambar dan menulis beberapa huruf dan angka. Aku dan suamiku memang sudah memberikan alat tulis kepada Ismail, untuk mengisi waktu bermainnya. Bagi Ismail, mencoret-coret di kertas adalah salah satu permainan yang mengasyikkan. Tidak percaya? Ismail lebih memilih dibelikan pulpen dan kertas saat ke warung, daripada jajanan. Melihat kakaknya serius mencoret-coret kertas, Sidiq pun mengikuti. Dari coretan-coretan tak berbentuk, kini Sidiq sudah bisa menggambar berbagai macam benda. Kami hanya bisa menghela napas, ketika akhirnya kecolongan. Di saat kertas-kertas itu habis, anak-anak menyasar tembok rumah sebagai tempat coret-coret. Itulah mengapa kami tak meneruskan proses pengecatan tembok rumah, karena nanti hanya akan dicoret-coret oleh anak-anak.

Marahkah kami? Mulanya memang terbelalak, tapi tak ada bentakan yang keluar. Justru kami terkagum-kagum melihat anak-anak sudah bisa menulis banyak hal. Lima bulan lalu, mereka kumasukkan ke PAUD (Pendidikan Anak Usia DIni). Alhamdulillah, ibu guru senang karena anak-anakku sudah bisa menulis dengan lancar, sehingga lebih mudah mengajarinya. Semua itu bukan berdasarkan paksaan, karena anak-anak senang menjalaninya. Juga kelegawaan kami membiarkan tembok rumah menjadi sasaran. Kami tak membiarkan hal itu berlarut-larut. Bagaimanapun, anak-anak harus diajari untuk tidak mencoret-coret sembarangan. Suamiku membelikan papan tulis untuk keduanya. Aku juga merelakan kertas-kertas naskah buku yang sudah tak terpakai, digunakan untuk media tulisan anak-anak. Semula, aku merasa sayang dengan kertas-kertas itu dan mau kujadikan dokumentasi. Tapi, kupikir buat apa juga, toh naskahnya ada yang sudah menjadi buku, ada yang harus direvisi lagi sebelum diterbitkan. Oya, selain mengurus rumah tangga, profesi sampinganku adalah Penulis Lepas.

Memilih Mainan yang Merangsang Motorik Anak

Selain menyukai alat tulis, anak-anakku juga suka mainan. Siapa sih anak-anak yang tidak suka mainan? Bedanya, kalau Ismail tak “lapar mata,” Sidiq sama persis dengan mamanya, hehe…. Kalau diajak ke mall, jangan harap isi dompet selamat saat melewati toko mainan anak-anak. Sidiq akan berhenti di depannya, menunjuk-nunjuk mainan yang menarik hatinya, dan merajuk minta dibelikan. Mainan-mainan itu paling lama bertahan dua hari. Sidiq tak pernah bisa tahan untuk tidak mengutak-atik mainannya. Mainannya akan dipreteli bagian-bagian tubuhnya sampai tak berbentuk. Kalau mainan itu tidak bisa dipreteli, Sidiq akan bosan dan meninggalkannya. Mainan itu pun hilang entah ke mana.

Di antara semua mainannya, Sidiq menyukai lego, puzzle, dan kereta api. Kesukaannya ini tak jauh beda dengan kakaknya, karena dia memang peniru yang ulung. Mulanya dia terganggu dengan keasyikan Ismail mengutak-atik lego. Ismail jadi tidak mau diajak bermain berdua, tapi kemudian dia ikut mengutak-atik lego. Permainan lego mengoptimalkan konsentrasi dan kreativitas anak. Aku takjub saat keduanya bisa menyusun lego menjadi robot, pesawat, atau rumah. Oya, sebenarnya Sidiq yang cenderung kinestetis, tak menyukai permainan penyendiri seperti menulis, bermain lego, dan menyusun puzzle. Dia lebih suka menyanyi, bergerak-gerak dan berlari-lari ke sana kemari, berteriak-teriak, dan aktivitas fisik lainnya. Setelah memperhatikan kakaknya, dia mengikuti aktivitas kakaknya. Hal ini cukup membantu meningkatkan konsentrasinya.

Aku juga memberikan mainan puzzle untuk keduanya. Semula Sidiq benci dengan mainan puzzle, karena dia tak pernah bisa menyelesaikannya. Saking seringnya memperhatikan Ismail menyusun puzzle, dia pun jadi suka. Dan mainan yang paling disukainya adalah kereta api. Seingatku, aku sudah membelikan lima buah kereta api untuk keduanya, jadi kalau ditotal ada sepuluh. Aku memang selalu membeli dua buah mainan yang sama, agar tidak berebut. Pengalamanku membelikan mainan yang berbeda, salah satu dari mereka tiba-tiba menyukai mainan yang lain dan minta dibelikan yang serupa. Kenapa aku sampai membeli sepuluh kereta api? Tentu saja karena mainan itu tidak pernah awet. Meskipun sudah kupesankan agar dijaga baik-baik, mereka tak mendengar. Kuperhatikan, Sidiq tak sekadar mencongkeli keretanya. Dia juga mencoba memperbaikinya kembali, meski lebih sering tak berhasil. Dia meminta lem untuk merekatkan roda kereta yang telah dipretelinya. Aktivitas itulah yang menstimulasi otaknya untuk berpikir bagaimana cara merangkai kembali bagian-bagian dari keretanya.

Membacakan Cerita di Sela Bermain

Berhubung aku seorang penulis, sudah tentu aku suka membaca. Rumahku penuh dengan buku, termasuk buku anak-anak. Aku sengaja membelikan buku anak-anak untuk anak-anakku, agar mereka menyukai aktivitas membaca. Kubacakan buku cerita di sela bermain maupun saat akan tidur. Sidiq yang tidak bisa diam, mulanya tak tertarik dengan buku. Saat aku membacakan cerita, dia sibuk mengoceh dan bergerak ke sana kemari. Perlu kesabaran untuk membuatnya mau mendengarkan cerita. Sering kali, dia malah bercerita sendiri. Atau, mengobrol dengan kakaknya.

Perjuanganku membuahkan hasil. Kini, anak-anakku justru minta dibacakan cerita. Ajaibnya, aku sering memergoki Ismail sedang “membacakan cerita” untuk Sidiq. Tentu saja keduanya belum bisa membaca. Rupanya Ismail mengingat kata-kataku saat membacakan cerita. Dia menirukan kata-kataku sambil menunjuk gambar-gambar di buku ceritanya. Sidiq pun mengikuti tingkah kakaknya. Dia bersikap seolah-olah sudah bisa membaca. “Membaca cerita” sendiri dengan mengulang-ulang kata-kataku. Dibawanya buku cerita ke mana pun. Dari buku-buku itu pula, dia mengetahui banyak hal. Kalau sedang dibacakan cerita, Sidiq tak lagi berlari-larian dan bersikap tak mendengarkan. Dia duduk dengan tangan memangku dagu, dan mendengarkan ceritaku dengan tekun.

Salah satu buku cerita favoritnya adalah buku sains tentang kuman dan parasit di tubuh manusia. Untunglah aku sering membacakan ceritanya, dan sering kukaitkan ke dalam aktivitas sehari-hari. Kalau anak-anak tidak mau mandi, aku katakan nanti ada kuman yang bisa membuat tubuh gatal-gatal. Kalau anak-anak tidak mau menyikat gigi, aku katakan nanti ada kuman yang bisa membuat gigi bolong. Anak-anak pun mandi dan menyikat gigi dengan senang, meski terkadang mereka “malas” juga. Kalau sedang malas, Sidiq suka menjawab, “biar ada kuman aja ah….”

Memberikan Tontonan yang Mendidik

Menonton televisi termasuk salah satu cara meningkatkan kecerdasan anak secara audio visual. Tentu saja waktunya harus dibatasi dan tontonannya pun harus sesuai untuk anak-anak. Anak-anakku menonton televisi hanya sekitar dua jam sehari. Mereka lebih banyak bermain, menulis, dan membaca buku. Kalau menonton pun harus ditemani. Jika aku tidak bisa menemani, mereka tidak akan menonton. Otomatis, aku memilihkan acara televisi yang sesuai dengan usia mereka. Kami juga berlangganan teve kabel dan memilih program khusus anak-anak. Cukup banyak hasil positif yang diperoleh anak-anakku setelah menonton acara yang mendidik.
Sidiq suka mengikuti bahasa Inggris yang diucapkan para tokohnya, berhubung acara di teve kabel banyak yang belum dialihsuarakan ke bahasa Indonesia. Mengajari bahasa Inggris kepada anak yang masih cadel, ternyata sangat mudah. Sidiq bisa mengucapkan dengan lafal yang tepat. Adegan –adegan di televisi, sering dipraktekkannya dalam kegiatan bermain.

Memberikan Pelajaran Melalui Bernyanyi

Seperti yang kusebutkan sekilas di atas, Sidiqku juga suka bernyanyi, apalagi setelah masuk PAUD. Nyanyian gurunya sering dipraktekkan di rumah, dan dia sering memintaku untuk bernyanyi apa saja. Yang lucu, Sidiq memintaku menyanyikan lagu yang mengandung satu kata yang disebutkannya. Misalnya, “Mama, ayo nyanyi kereta….” Maksudnya, menyanyikan lagu yang ada kata kereta-nya. Jadi, kunyanyikan lagu “Kereta Api.” Sering juga dia memintaku menyanyikan lagu yang tidak ada lagunya. Aku harus mengarang sendiri, deh. Dia pernah memintaku menyanyikan lagu yang ada kata “anak.” Ada lagu “Aku Anak Soleh,” tapi aku tidak hapal liriknya. Jadi kutambahi sendiri yang penting permintaan Sidiq terpenuhi. Begini liriknya,

Aku anak soleh
Berbakti kepada orang tua
Sayang kakak, sayang dede
Rajin solat dan mengaji
Rajin belajar, rajin bantu Mama
Aku anak baik
Senang membantu orang lain
Tidak nakal, tidak cengeng
Tidak berantem sama kakak
Atau lagu yang ini,
Sebelum kita makan… cuci tanganmu dulu….
Sebelum kita tidur… cuci kakimu dulu…
Ayo hidup bersih, supaya gak gampang sakit
Anak sehat… pasti kuat....

Kupikir, sebuah lagu bisa menjadi media pembelajaran yang efektif untuk anak. Anak-anak seringkali tidak menurut dengan perintah orang tua apabila diucapkan dalam bentuk kelimat perintah. Berbeda dengan menyanyi, yang diucapkan dengan riang dan gembira. Anak-anak mengikuti nyanyian kita, meskipun awalnya diucapkan di mulut, yakinlah bahwa nilai-nilai itu akan tertanam di benak anak-anak. Tapi, tidak sembarang lagu yang kuperdengarkan kepada anak-anakku. Anak-anakku tidak mengenal lagu-lagu dewasa, lho. Di rumah, aku tidak membiarkan mereka mendengarkan lagu-lagu dewasa yang mengandung lirik tidak pantas untuk anak-anak. Dulu, saat masih pakai pembantu, aku sering menegur pembantuku yang asyik mendengarkan lagu-lagu cinta. Aku larang dia mendengarkan lagu-lagu cinta orang dewasa saat ada anak-anakku di sampingnya.

Selain stimulasi, untuk mengoptimalkan kecerdasannya, aku juga memberikan nutrisi yang seimbang dan tepat. Nutrisi pertama adalah ASI, yang kuberikan sejak ia baru lahir sampai berusia 2,8 bulan. Lama juga, ya? Ya, karena Sidiq cukup susah disapih dan aku ingin menyapihnya dengan cinta. Aku tak mau memaksa, meskipun akhirnya harus dipaksa. Sidiq terpaksa dititipkan ke rumah neneknya selama sebulan, sampai dia lupa dengan ASI-nya. Itupun ternyata dia tidak benar-benar lupa. Ketika bertemu lagi denganku, dia masih suka dikeloni di ketiak dan dekat dengan tempat ASI-nya.

Pemberian ASI benar-benar berdampak positif bagi tumbuh kembang Sidiq. Secara kecerdasan, Sidiq cepat menangkap pelajaran dan sangat kreatif. Saking kreatifnya, rumahku tidak pernah bersih, hehehe…. Secara fisik, tubuh Sidiq sangat padat dan berisi. Tidak gendut, tapi juga tidak kurus. Seimbang dan ideal. Dia juga tidak mudah sakit. Setelah melewati ASI Eksklusif 6 bulan, aku memberinya MPASI yang sesuai dengan usianya. Mungkin karena aku di rumah dan rutin memberikan ASI, Sidiq agak sulit makan. Saat pertama kali diberikan MPASI, dia langsung memuntahkannya. Ujung-ujungnya larinya ke ASI. Perlahan-lahan, Sidiq mau mencoba makanan apa saja, dan kini dia pemakan segala. Dia tidak picky eater. Dia suka makan apa saja. Sayur, buah-buahan, ikan, semuanya dilahap.

Aku bersyukur bisa memberinya ASI secara langsung, karena memperkuat ikatan di antara kami. Sampai sekarang, Sidiq sangat lekat denganku, tak bisa dipisahkan. Kalau diajak menginap di rumah orang lain, dia sulit tidur karena tidak ada aku di sisinya. Setelah usianya dua tahun, aku menyapihnya dengan sedikit-sedikit memberinya susu formula tambahan, yang mendukung asupan nutrisi untuk tumbuh kembang anak. 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^