Saturday, 30 March 2013

Sidiq, Calon Perenang Andal


Ahmad Sidiq Aghniya, anakku yang sangat istimewa. Kehadirannya tak terduga. Saat kakaknya baru berumur 5 bulan, aku hamil lagi. Kehamilanku itu sudah berumur 2 bulan. Jadi, aku hamil saat anak sulungku baru berumur 3 bulan! Tentu saja tak seperti kakaknya yang kehadirannya dinanti-nanti, kehadiran Sidiq sangat mengguncangku. Belum lepas trauma melahirkan, belum pintar menjadi Ibu, eh sudah diberikan momongan lagi. Bersama suami, aku berusaha menerima kehadiran Sidiq dengan ikhlas. Insya Allah, aku bisa menjalankan dengan baik kedua amanah ini, meski seorang diri.


Berbeda dengan kehamilan anak pertama, saat hamil Sidiq, aku justru rajin mandi dan membersihkan rumah. Sempat kupikir calon bayiku berjenis kelamin perempuan. Ternyata itu isyarat bahwa kelak anakku, meskipun laki-laki, suka melakukan pekerjaan rumah tangga dan bermain air! Ya, saat kakaknya berusia setahun, Sidiq lahir ke dunia. Aku susah payah merawat keduanya. Kadang dibantu asisten rumah tangga, tapi sering kali harus sendiri bila ART pulang tidak kembali. Aku pernah mendengar ART-ku mengeluh, betapa repotnya bekerja denganku, karena harus mengasuh dua bayi. Tentu aku tidak membebani semua pekerjaan kepadanya. Kami berbagi tugas mengurus rumah tangga sekaligus mengasuh bayi-bayi.

Saat baru dilahirkan pun, Sidiq tidak menangis sewaktu dimandikan. Berbeda dengan kakaknya yang langsung menjerit dan menangis saat dimasukkan ke dalam air. Ketika ia sudah bisa berjalan, kehebohan-kehebohan pun terjadi berkaitan dengan kesukaannya bermain air.  Di usia 1,5 tahun, saat aku sedang mengepel lantai kamar, tahu-tahu embernya digulingkan oleh Sidiq sehingga seluruh ruang tengah dibanjiri air pel. Gemas bukan main, mengingat tubuhku amat letih karena melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh dua batita sendirian. Sementara kakaknya anteng dengan mainannya yang dihamparkan di lantai, Sidiq sibuk mencari mainan “baru” yang membuat emosiku sering naik.

Air di tempat minum yang menyerupai dispenser tapi tidak pakai listrik, sudah beberapa kali “habis” bukan karena diminum, tapi karena dimainkan oleh Sidiq. Seharusnya aku bersyukur karena Sidiq belajar sendiri mengambil air minum. Ia mengambil gelas di atas meja, lalu menuang air dari dispenser. Tapi, pertama-tama ya kaget juga melihat air mengucur ke lantai, karena dispensernya tidak ditutup lagi. Parahnya lagi, usai minum, Sidiq melempar gelasnya ke lantai. Tak terhitung gelas belingku yang pecah dan hanya tersisa gelas-gelas plastic. Seharusnya aku memberikan gelas plastik, tapi Sidiq pun lebih suka gelas beling, huhuhu…..

Kalau mandi, Sidiq suka berlama-lama. Berendam di bak mandinya dan bermain air di pancuran. Seringkali airnya menyebar ke mana-mana, sehingga aku harus mengepel ulang. Bajunya pun harus sering diganti. Keuntungannya, aku tidak harus memaksanya untuk mandi. Tanpa disuruh pun, kalau waktunya mandi, Sidiq akan minta mandi. Ada kalanya ia tidak mau mandi, begitu kutawarkan untuk bermain-main dengan air, dengan sukacita ia langsung menyebur ke bak mandinya.

Lama-lama, eksplorasinya dengan air semakin berkembang. Bukan hanya mandi, sering kali kalau mandi ia memasukkan cucian kotor ke bak mandinya. Pernah, ia memasukkan cucian yang sudah bersih dan sudah dikeringkan ke dalam bak mandinya. Otomatis cucian yang tinggal dijemur itu pun basah lagi. Kalau sudah begitu, aku bisanya marah-marah. Tak mau memahami mengapa anakku berbuat begitu.

Kesukaannya dengan air, membuat kami memperkenalkannya pada kolam renang di usia,1,5 tahun. Hebatnya, tidak seperti kakaknya yang menjerit-jerit sesaat setelah diceburkan ke dalam air, Sidiq justru kesenangan sampai aku kewalahan memeganginya. Kakinya mengepak-ngepak. Bahkan, ia tak mau dipegangi, sampai nyaris tenggelam karena berontak. Sayangnya, kami jarang pergi ke kolam renang, karena cukup jauh. Biasanya, kami pergi ke pemandian air hangat di Garut, yang airnya cocok untuk anak-anak. Kalau di air dingin, anak-anak cepat menggigil. Biarpun dingin, Sidiq suka memaksakan diri untuk terus berenang sampai muntah-muntah. Hadeuuh….

Sudah lama juga sejak terakhir kali mengajak anak-anak berenang, dua minggu setelah Lebaran, kami sekeluarga bersilaturahim ke rumah Bulikku di Depok. Seperti biasa, anak-anak antusias menghabiskan hari. Usai makan siang, semestinya kami pulang ke rumah. Sayangnya, tak lama hujan deras mengguyur Depok. Terpaksa kami menunda kepulangan. Tidak mungkin memaksa untuk pulang dengan berkendara motor. Bulikku pun menyuruh kami untuk tidur siang di kamar tamu. Bulik dan suaminya juga terlihat sudah lelah. Mereka masuk ke kamar dan tak terdengar suara lagi.

Sementara itu, anak-anakku susah disuruh tidur siang. Mereka berlarian ke sana kemari, hingga… o-oow… si Kakak buang air besar di celana. Kedua anakku memang belum cakap ke toilet. Si Kakak masih suka buang air besar di celana, tapi kalau buang air kecil sudah bisa ke kamar mandi. Untung aku membawa celana ganti. Saat ini, anak-anakku sudah tidak mau dipakaikan diapers. Aku memasuki kamar mandi Bulik, dan menyeboki si Kakak.

Sidiq ikut-ikutan ke kamar mandi. Dan… begitu dia melihat bak mandi Bulik yang menyerupai kolam renang, dia langsung merengek,

“Mama… enang (berenang)…. Mama… enang….”

“Nggak boleh, Dede. Itu bukan kolam renang. Itu punya Nenek (Bulik). Jangan, yaa…” aku sebisa mungkin melarang, dengan meraih tubuh Sidiq yang sudah siap-siap naik ke bak mandi.

Memang, di rumahku tidak ada bak mandi. Cukup pakai ember untuk menampung air. Sedangkan bak mandi Bulik dibuat dari keramik biru, menyerupai kolam renang kecil.

Usai menyeboki si Kakak, aku kembali ke kamar dan mencoba mengeloni anak-anak. Ehm… susahnya bukan main. Si Kakak malah lompat-lompat di atas ranjang, dan Sidiq menghilang. Sesaat aku biarkan Sidiq menghilang. Ah, paling-paling lari-larian ke ruang tamu, mengambil cemilan atau apa. Suamiku malah sudah terbawa ke alam mimpi. Suasana hujan deras memang asyik buat tidur. Aku juga sudah ingin tidur, tapi anak-anakku tak mau kompromi.

Tiba-tiba, aku mendengar bunyi kecipak air. Perasaanku langsung melesat. Sidiq pasti main air! Kalau di rumah sendiri sih tidak apa-apa, tapi ini di rumah orang. Khawatir jadi becek. Aku buru-buru berjalan ke kamar mandi. O-oow….. Ternyata Sidiq bukan hanya sedang main air, tapi sedang siap-siap memasukkan kakinya ke kolam renang, eh bak mandi!

“Dedeee… jangaaaan….!” Aku berteriak, sambil berlari menghampirinya. Dia menjerit-jerit dan tetap ingin berenang.

“Dede mau enaaang…. Dede mau enaaang….!”

Biarpun meronta-ronta, aku tetap menariknya dan mengajaknya keluar dari kamar mandi. Seluruh pakaiannya telah basah. Sidiq terus menangis minta berenang. Susah payah aku menjelaskan bahwa itu bukan kolam renang. Mungkin kami harus ke kolam renang lagi, supaya Sidiq senang.

Entahlah, berbeda dengan kakaknya yang membenci air, Sidiqku malah suka air. Mungkin saja kelak ia menjadi perenang andal. Impianku saat ini membuatkan kolam renang di depan rumah. Yeaah… kolam ikan saja belum terlaksana, hihihi…..

2 comments:

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^