4 Desember 2012
“Ma, minta susu….” Ismail merajuk
minta susu.
“Di gelas atau di botol?”
tanyaku, sambil mengayun baby Salim yang baru tertidur setelah perjuangan
panjang menidurkannya selama tiga jam.
“Di botol….”
“Di gelas aja yah…?” aku menawar. Bukan saja untuk
membiasakan minum pakai gelas, tapi juga karena malas harus mencuci botol
susunya dulu.
“Di botooool….” Ismail
bersikeras.
Lalu, Sidiq datang dan ikut masuk
ke pembicaraan. “Di gelas, yang bener tuh di gelas….” Dia masuk ke dalam kamar
dan mengambil susu cair, menunjukkan gambarnya ke Ismail, “lihat nih, di gelas…
di gambarnya juga minumnya pake gelas….”
“Di botol! Kakak maunya di
botol!” Ismail mulai berteriak.
“Di gelas aja yah… yah, Mah… di
gelas, kan?” Sidiq memandangku, lalu memberikan kardus susu cair. Aku pun menunjukkan
gambar kardus itu kepada Ismail. Alih-alih mengerti, anak sulungku yang
sebentar lagi berusia lima tahun itu malah menangis keras. Yah, terpaksa deh kukasih
juga susunya memakai botol. Bukan botol bayi, lho… Ismail sudah disapih dari
botol bayi sejak umur 2 tahun, lalu dilanjutkan dengan gelas bayi. Ya, lebih
tepatnya lagi, gelas bayi, gelas yang ada tutupnya. Tutupnya berlubang, sebagai
tempat isapan. Aku mau menyapihnya dari gelas bayi ke gelas dewasa.
Oke, deh, bukan itu sebenarnya
yang mau kubicarakan. Saat Sidiq menunjukkan kardus susu cair kepada Ismail,
mengambil alih tugas mamanya dalam meyakinkan kakaknya agar mau minum susu
pakai gelas, membuatku tertawa. Kucium Sidiq berkali-kali, merasa takjub dengan
perbuatannya yang “dewasa.” Padahal, Sidiq itu adik Ismail, usianya terpaut
setahun. Dan banyak lagi tingkah polah anak-anak yang memberikan warna pada
hidupku. Susah, senang, sedih, marah, bahagia, setiap hari kurasakan semuanya
saat berinteraksi dengan anak-anak. Waktuku, 24 jam, bersama anak-anak.
Paling-paling hanya berpisah dua jam, saat Ismail dan Sidiq masuk sekolah di
PAUD.
Sejak beberapa waktu sebelumnya,
aku melihat-lihat kembali foto-foto mereka sewaktu kecil. Suamiku memutar
video-video mereka. Ironisnya, mengapa ada yang kulupakan? Aku lupa kapan video
itu dibuat. Bukankah aku selalu membersamai mereka? Lalu, aku mulai terpikir
menyimpan foto-foto mereka dalam album khusus. Kelak, ketika mereka dewasa,
akan kubuka kembali foto-foto itu guna mengingatkanku akan momen-momen bersama
mereka. Mereka juga bisa melihat masa kecilnya di dalam dokumentasi foto-foto
dan video. Tapi, berapa ya modalnya untuk mencetak foto-foto itu? Banyak juga
foto yang hilang karena notebookku dan laptop suamiku rusak. Banyak foto-foto
berkesan yang tersimpan di sana. Sayang, semuanya belum sempat dipindahkan ke
flashdisc.
Lalu, aku terpikir lagi membuat
blog khusus anak-anakku. Akan kuceritakan semua tentang mereka, meski telah
banyak yang terlewat. Lima tahun… ah, apa saja yang kukerjakan selama ini
sampai tidak sempat merekam momen-momen bersama mereka, bahkan sekadar ke dalam
tulisan? Aku ingat banyak ibu blogger yang menuliskan momen-momen bersama
anak-anaknya di dalam blog. Sedangkan, aku?
Ada memang tulisan-tulisanku
tentang anak-anak, tetapi semua kutujukan untuk lomba blog. Kalau saja tidak
ada lomba blog yang bertema anak-anak (seperti lomba blog tentang susu),
mungkin aku tidak akan pernah menuliskan tentang perkembangan anak-anakku. Semua
kulewatkan begitu saja. Aku lebih terobsesi menulis novel, teori-teori menulis,
pengalaman menjadi penulis, dan belakangan ini mengikuti lomba-lomba blog.
Aku pernah sinis terhadap seorang
teman yang rajin sekali memposting foto anaknya di facebook. Narsis amat ya…
pamer anak mulu ya… dan sebagainya deh, kata hatiku yang dengki. Tapi, setelah
kupikir-pikir, lho itu kan salah satu usaha mengabadikan momen bersama
anak-anak. Sekarang aku berpikir bahwa dia ibu yang hebat karena jeli
mengabadikan fase-fase kehidupan anak-anaknya. Saat anaknya mulai membuka mata,
tertawa, menangis, tumbuh gigi pertama, MPASI pertama, langkah pertama, dan
lain-lain. Dan aku telah melewatkan semua momen itu, meskipun aku melihat
semuanya, tapi sedikit yang terdokumentasikan (hilang, pula!).
Banyak kejadian-kejadian lucu
yang berasal dari tingkah anak-anak, yang kubiarkan lenyap perlahan dari
memoriku karena tak kuabadikan ke dalam tulisan. Maka, sebelum semuanya
menghilang, kucoba merangkai kalimat demi kalimat mengenai celetukan-celetukan
mereka yang ajaib, membuat berpikir, dan mengundang tawa.
Aku : “Dede… awas, jangan naik-naik ke atas nanti jatuh!”
Dede : “Jatuh aja, aaah….”
Aku : “Dede, ayo makan yang banyak ya supaya sehat dan gak
sakit….”
Dede : “Sakit aja, aaah….”
Aku : “Dede, gosok gigi dulu ya.. biar gak sakit gigi dan gak
ompong….”
Dede : “Ompong aja, aaah…”
Duh, puyeng deh kalau anak-anak
sudah menjawab begitu. Ditakut-takuti malah nantangi. Rasanya dulu aku tidak
pernah menjawab begitu saat dinasihati orang tuaku. Masih balita saja sudah
bisa menjawab seperti itu, bagaimana nanti kalau sudah jadi ABG?
Dede : “Mah, pantat Dede gatal nih kena nyamuk….”
Aku : “Kok bisa ya nyamuk bikin gatal? Ayo, kenapa?”
Kakak dan Dede terdiam, agaknya
memikirkan jawabannya.
Aku : “Nih, Mama jelasin ya… Jadi, nyamuk itu suka makan darah.
Nyamuk gigit kulit kita, trus ngisep darah. Di mulut nyamuk ada racun, racunnya
itu yang bikin gatal. Kalau digaruk jadi bentol dan merah….”
Kakak dan Dede serius mendengarkan. Kuulang cerita itu
sampai tiga kali untuk memahamkan mereka. Lalu, aku bertanya,
Aku : “Jadi, nyamuk itu makannya apa?”
Dede : “Makan pantat!”
Bwahahahaha… aku tertawa
terbahak-bahak, sementara si Dede hanya melihatku sambil tetap menggaruk
pantatnya yang gatal. Agaknya, dia terlalu fokus pada kegatalannya, jadi tidak
benar-benar mendengarkanku.
Anak-anak benar-benar peniru
ulung dan membuatku harus berpikir berkali-kali sebelum melakukan sesuatu
kepada mereka. Gara-gara aku sering pura-pura “menjewer” mereka kalau nakal,
mereka juga melakukan hal yang sama kepadaku, ya kalau aku berbuat “nakal.”
Kakak : “Ma, susu….”
Aku : “Enggak ah, Kakak baru tadi minum susu, masa minta susu
lagi?”
Kakak : (mulai merajuk, agak menangis….) “Mama nakal!”
Aku : “Mama gak nakal…. Nanti aja minum susunya kalau sudah agak
lamaan….”
Kakak : “Mama nakal… Dede, jewerin Mama….”
Dede : (menghampiriku dan tak kusangka dia menjewerku!) “Udah, Kak…
Dede udah jewer Mama…”
Aku : (tepok jidat)
Inilah dia blog khusus untuk mengabadikan momen-momen bersama anak-anakku. Meskipun banyak yang terewat, kuharap belum terlambat.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^