“Kakak Mail mau dirayain ulang tahunnya di mana?”
Pertanyaan itu hampir selalu ada
setiap menjelang ultah anak-anakku. Kebetulan anak pertamaku (Ismail) dan anak
keduaku (Sidiq) sama-sama ultah di bulan Desember. Suamiku gak suka merayakan ultah, jadi dia
cuek aja. Masalahnya gak enak kan karena pertanyaan itu datangnya dari ibu
suamiku, alias neneknya anak-anak. Beliau memang antusias sekali setiap ada
yang mau ulang tahun, apalagi kalau itu cucu-cucunya. Maunya beliau sih
ultahnya dirayakan di rumahnya di Garut. Dari keluargaku, adikku yang berarti
tantenya anak-anak nih yang suka nanyain mau ultah di mana. Yah, mending kalau
dibayarin biaya pestanya. Maksudnya, mereka cuma nyediain tempat aja, biaya
pestanya sih tetep dari ortunya anak-anak. Lah susah ya kalau suamiku gak mau
ngerayain, berarti aku dong yang ketiban biaya, hehehe….
Ultah pertama Ismail dirayakan di
rumah mertua, berhubung aku baru lahiran bayi. Aku gak tau tuh, karena gak
datang. Ulang tahun kedua, Ibu mertuaku datang membantu memasak nasi kuning.
Berhubung aku sok bisaan, aku yang masak kue ultahnya. Olala, jadinya bantet
gak karu-karuan. Paling gak enak dapat komentar, “kuenya kok jelek?” Jiyaaah…
namanya juga amatiran. Gak ada perayaan kok, cuma bagi-bagi nasi kuning dan kue
ke tetangga (kecuali kue bantetnya, memalukan!). Kalau bikin pesta di rumah,
belum siap ya, karena bakal lebih repot lagi. Aku cuma berdua sama si nenek,
Ismail baru umur dua tahun, adiknya baru umur setahun. Dua minggu kemudian,
baru deh kami ke Garut untuk merayakan ultah Sidiq sekalian akikahannya. Kalau
Ismail ultah tanggal 11 Desember, Sidiq tanggal 31 Desember. Jadi repot ya
kalau mau dirayakan dua-duanya di tanggal terpisah.
Nah, pas ultah Ismail yang
keempat, baru deh dirayakan bersama-sama. Memang sih diambil tanggal 11
Desember, karena hari libur, tapi niatnya untuk merayakan ultah Ismail dan
Sidiq. Kali itu, kami mengundang teman-teman mengajiku, beserta anak-anaknya. Biarpun cuma 10 orang,
tapi kalau ditambah anak-anak ya jadi ramai. Maklum deh, teman-teman ngajiku
itu jumlah anaknya banyak-banyak. Ada yang bawa 5 anak, 4 anak, 3 anak, hehe…..
Aku pesan kue tartnya dari
temanku yang memang bisa bikin kue. Gak maksa lagi bikin kue, gak enak ah
menyajikan kue bantet ke orang-orang. Sampai hari ini, aku masih belum bisa
bikin kue yang bagus. Senang deh lihat ekspesi anak-anak menyaksikan kue ultah
yang besar. Ismail dan Sidiq gak sabar untuk meniup lilin dan memotong kuenya,
eh tapi setelah dipotong, ternyata mereka gak begitu doyan makan kue tart.
Iyalah, kue tart itu dilihatnya aja udah ngenyangin ya. Krimnya banyaaak
bangeeet…..
Kado ultah? Ah, tidak. Sejak awal
mengundang, kami gak meminta kado ultah, meskipun ada yang membawa, tapi gak
semuanya. Melihat ekspresi anak-anak yang senang dengan sajian ulang tahun saja
sudah senang bukan main. Ismail dan Sidiq pun belum mengerti soal kado-kadoan. Bahkan
makna ultah itu sendiri, belum paham. Waktu teman-temannya datang, mereka
sempat bengong. Waktu disuruh tiup lilin, juga bengong. Setelah teman-temannya
pulang, baru deh mereka tanya, “anak-anak tadi ke mana, Mah?”
Jadi, sekarang aku gak lagi
memaksakan untuk merayakan ulang tahun, meskipun nenek dan tantenya masih suka
nanya-nanya kalau pas tiba waktunya. Seperti kemarin, yang tadinya gak mau
merayakan eh jadi merayakan, karena kakeknya minta kami datang. Kue ulang
tahunnya dibelikan oleh kakeknya. Demi menyenangkan kakeknya, ya kami pun datang.
Meskipun acaranya di tanggal 31 Desember, tetap saja kuenya untuk berdua
(Ismail dan Sidiq), dapat kadonya pun dua. Itu kali ya enaknya punya anak-anak
yang ultahnya bareng? Hemat.
Soal perayaan ulang tahun, hanya
sekadar untuk menyenangkan kakek nenek, mumpung mereka masih ada. Perayaan
ultah itu sebagai sarana kumpul-kumpul, karena kalau gak gitu, bisa-bisa cuma
setahun sekali aja (pas lebaran) kumpul-kumpulnya. Namanya juga kakek-nenek
yang masih punya cucu kecil-kecil, pasti seneng banget dikunjungi oleh
cucu-cucunya. Kami gak ingin menjadikan perayaan ultah sebagai tradisi, hanya
sarana silaturahmi. Seiring berjalannya waktu, anak-anak tidak akan lagi
merayakan ulang tahun, karena kami tidak ingin menjadikannya kebiasaan.
sepertinya tradisi ultah sudah tidak sesemarak dulu,ya mbak.Sekarang orang suka yang praktis. Buat nasi tumpeng/bubur merah putih sebagai rasa syukur, cukup dibagi untuk keluarga atau temen deket. Hehehe. Bagus deh,mbak postingannya ^_^
ReplyDeleteterkadang memang nenek dan kakeknya yang heboh pengin ngadain acara ultah cucunya dan kita sebagai anak sudah seharusnya membahagiakan ortu yaa... jadi mau gak mau ngadain syukuran kecil2an.
ReplyDeleteterima kssih sudah berpartisipasi dalam GA saya :)
enak mbak ultah bareng jadi meriah dan hemat anggaran hehehe, blognya sudah saya follow ya
ReplyDelete