Kira-kira begitulah bunyi status
facebook salah seorang penulis wanita yang baru memiliki anak pertama berusia 3
bulan. Sebuah pertanyaan yang membuatku tercengang, meski sebenarnya pernah
juga tercetus dalam benakku ketika kewajiban memberikan ASI Eksklusif membatasi
gerakku dalam melakukan pekerjaan lain, termasuk menulis.
Penulis lain, menuliskan status
seperti ini:
“Ayo dong, bobo…. Biar Mama bisa nerusin nulis lagiiiii….”
Bayi yang diberi ASI Eksklusif,
memang akan sering menyusu, kurang lebih satu jam sekali. Belum lagi untuk
menidurkannya memakan waktu berjam-jam. Otomatis, waktu ibu banyak
terpakai untuk mengurus bayi. Ibu yang
bekerja di rumah (terlebih lagi penulis, di mana pekerjaan bukan sekadar
profesi tapi juga hobi), harus merelakan banyak waktunya demi memenuhi idealisme
memberikan ASI Eksklusif. Tak jarang, aku (yang juga punya bayi usia 3 bulan),
harus merelakan waktu menulisku terpotong, bahkan nyaris tidak ada.
Ketika memiliki anak pertama, aku
bahkan merelakan pekerjaan menulisku terhenti untuk beberapa waktu. Aku belum
bisa membagi waktu antara mengurus bayi dan menulis. Meskipun ide-ide di
kepalaku sudah meluap, ingin ditumpahkan dalam barisan kata-kata. Aku hanya
menuliskan kisi-kisinya saja di dalam buku diary, berhubung belum punya hape
canggih dan laptop. Membayangkan harus menyalakan komputer yang lamban, dan
belum menulis apa-apa sudah diganggu dengan tangisan bayi, membuatku selalu
mengurungkan niat untuk mengetikkan ide-ideku itu. Ah, malas. Belum-belum sudah
dipotong dengan tangisan bayi. Jadi, kubiarkan saja ide itu mengendap sampai
aku bisa membagi waktu antara mengurus anak dan menulis.
Seorang gadis yang ingin menikah,
harus menyadari bahwa kelak waktunya akan dibagi untuk banyak orang; suami dan
anak-anak. Bahkan mungkin sulit menemukan waktu untuk dirinya sendiri. Begitulah,
tugas seorang istri dan ibu. Tak bisa berlaku egois lagi, hanya mementingkan
kesenangan pribadi. Terlebih memiliki bayi, di mana di bulan-bulan pertama,
bayi amat bergantung pada ASI ibunya. Kalau kita tidak punya pemahaman yang
benar mengenai ASI dan mengurus bayi, mungkin kita akan ikuti saja
kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan ibu-ibu lain sebelum kita, misalnya
memberi susu formula, padahal persediaan ASI melimpah, memberikan makan sebelum
usia 6 bulan, dan memberikan pengasuhannya kepada orang lain.
Namun, pernahkah kita sadari,
hal-hal semacam itulah yang menyebabkan Rasulullah bersabda, “surga itu berada
di bawah telapak kaki ibu.” Menjadi ibu bukan sekadar mengandung dan
melahirkan, lebih dari itu, ia adalah pendidik pertama bagi anak-anak. Berbahagialah
para ibu yang diberikan kesempatan untuk mengasuh bayinya. Allah telah memberikannya
kepercayaan.
Hemm... mantapp Mbak Ley...
ReplyDelete